POSTMODERNISME


Bagian ini dimaksudkan untuk mengokohkan paradigma kuantitatif positivistik menjadi paradigma kuantitatif postpositivistik. Makna postpositivisme paradigma kuantitatif ditampilkan dalam makna konstruktivitas teoretik dan konstruktivitas entitas empiris.

REALISME BARU ATAU RASIONALISME BARU
Realisme baru muncul pada abad XX sebagai oposisi terhadapp doktrin idealist bahwa objek tergantung pada eksistensi aksi mengenal objek itu sendiri. Brentano dan Meinong menyatakan bahwa fikir yang megela atau mempersepsi itu independen terhadap aksi mempersepsi objek.
Realisme baru menampilkan sosok relasi eksternal antara knowing dan being. Realisme ilmiah Hacking yang memerankan knowing untuk mencermati konstruk hasil eksperimentasi menjakdi dekat atau malahan sama dengann memerankan knowing mengkonstruk konsep teoretik dan mengkonstruk empiri. Knowing diakui kemampuannya menata segala sesuatu sebagai ilmu sejauh context dependent. Knowing yang context dependent biasa juga disebut sebagai karakteristik utama rsionalism baru. Pendekatan realisme baru Hacking, karakteristik rasionalisme baru yang memerankan knowing terhadap segala sesuatu sejauh context dependent menjadikan sikrun dengan kecenderungan sejarah perkembangan ilmu yang lebih didominasi sistem berfikir deduktif.

RASIONALITAS SEBAGAI INSTRUMEN DAN TUJUAN
Pada dasarnya semua filosof menggunakan dasar rasionalitas. Dalam maknanya sepintas, rasionalitas adalah beralasan. Makna atau jabaran alasan dapat berbeda-beda. Sebagian ahli mendudukkan rasionalitas sebagai instrumen, sebagian lain sebagai tujuan.

NATURALISME DAN RASIONALISME
1.     Naturalisme, Positivisme dan Rasionalisme Cohen
Cohen menolak hal-hal yang supranatural. Menurut Cohen rasionalitas itu sudah inharen dalam nature itu sendiri. Filsafatnya berlandaskan pada tiga persepsi, yaitu : rasionalitas, invariasi, dan polarity.
Inti rasionalitas adalah tertata logis, generalisasi induktif, dan wisdom.
2.     Invariasi
Invariasi atau tiada keragaman relasi dalam makna universal, meskipun ada keragaman relasi spesifik. Ilmu bukan mengobservasi fakta spesifik, melainkan mencari yang universal. Dengan mencermati pada keragaman relasi berbagai yang spesifik itu, kita hanya dapat mengetengahkan sesuatu yang probabilistik.
3.     Polaritas
Prinsip polaritas adalah lawan dari tercampur satu sama lain. Saat ini polar terjadi pada banyak hal, seperti : hitam dan putih. Cohen menampilkan konsep bahwa dua yang dipertentangkan tidak akan menghasilkan yang baik.
4.     Etika Cohen
Cohen menawarkan untuk melihat alternatif bukan sebagai dua yang kontrer, melainkan melhat sebagai dua kutub poler, hal mana terdapat tagam pilihan yang nuansif. Untuk hukum yurisprudensi jangan dijadikan dua yang dipertentangkan, ekstrim positif dan ekstrim legal.
RASIONALISME
Rasionalisme pada dasarnya kontras terhadap empirisme. Kebenaran substantif dalam visi rasionalisme diperoleh lewat argumentasi rasio manusia. Kontras dengan kebnaran substantif dalam visi empirismee yang diperoleh lewat pengalaman empirik. Daya tangkap intelek tentang konsep dan kebenaran tampil dalam insight tentang dunia sekitarnya. Peran abstraksi, refleksi dan intuisi penting untuk memperoleh insight, dan insight tersebut mungkin sekali menjangkau yang transenden.
RASIONALITAS POSITIVISTIK DAN POSTPOSITIVISTIK
1.     Rasionalisme dan Idealisme Ditinggalkan Orang
Rasionalitas sebagai aliran dengan nama rasionalisme (dan juga idealism) nampak semakin berangsur surut peranannya dalam pengembangan ilmu, sehingga arti rasionalitas sebagai tujuan di masa depan tidaklah lagi tampil dalam sosok rasionalisme Aristoteles, ataupun pada Descartes, Spinoza, dan Leibniz,dan juga bukan idealism Kant, dan dalam telaah epistimologi dan metodologi akan lebih tampil sebagai rasionalitas instrumental.
2.     Kebenaran Koherensi
Rasionalitas instrumental menata relevansi sesuatu dengan sesuatu lain dalam skema atau sistem rasional tertentu. Skema atau sistem tersebut dapat menata berbagai sesuatu yang relevan dalam tatanan atau bangunan sistematik atau historic atau fungsional. Pengelompokan berbagai sesuatu dicatat sesuai karakteristik hakiki masing-masing. Penataan berbagai sesuatu secara historis artinya kriteria waktu dan sekuensi (urutan) menjadi dominan, dan perkembangan tersebut bila ditata lebih khas lagi menjadi evolusioner.
3.     Epistemologi Rasional
Uji relevansi positivistik berdasar pembuktian kebenaran korespondensi yang linier inferensial, dikembangkan lebih jauh oleh epistemologi rasionalistikmenjadi uji relevansi berdasar pembuktian kebenaran koerensi skematik rasional. Tata hubungannya mungkin linear, mungkin non linear.
RASIONALITAS DALAM TATA LOGIK POSITIVISME
Konstruk teori positivisme diberangkatkan dari kebenaran korespondensi. Korespondensi antara sesuatu dengan sesuatu lain yang empiris.relevansi sesuatu dengan sesuatu lain dibuktikan dengan uji korespondensi. Banyak ahli mulai memperhatikan bahwa bukti uji yang diperoleh dengan pendekatan positivisme hanya dalam keragaman linear. Diperlukan sesuatu bangunan atau konstruk yang mampu memaknai relevansi berbagai sesuatu, sehingga memberi makna lebih besar.

REALISME ILMIAH, REALISME BARU, ATAU RASIONALISME BARU
Realisme Jerman merupakan simplifikasi realisme Descartes (pengakuan eksistensi benda sebagai substansi), Aristoteles (pengakuan pada peran kognitif yang teologik), dan Plato (pengakuan pada entitas ideal seperti makna dan nilai). Realisme Jerman menolak metaphisika dalam artian transenden, dan menampilkan metaphisika dalam artian lain.
Realisme kritis berpendapat bahwa persepsi direk tidak menyaikan evidensi, hanya menampilkan data. Obyek fisik hanya dikenal sebagai indirek lewat inferensi, sehingga realisme kritis jatuh pada pandangan dualistic, membedakan antara data dengan inferensi.
Realisme ilmiah Buriah dan Hacking disebut pula realisme baru. Sejumlah pustaka menyebut pula realisme baru sebagai rasionalisme baru, karena memerankan dominan sistem deduktif logik yang context dependen.

VISUALISASI METODOLOGIK POSITIVISTIK
Berfikir realisme baru berpijak pada berfikir positivisme paradigma kuantitatif dengan pembenahan. Berfikir positivistik adalah berfikir spesifik, berfikir tentang empiri yang teramati, yang terukur, dan dapat dieliminasi serta dimanipulai dari satuan besarnya. Satuan terkecil objek penelitian positivistik disebut variabel.

PERKEMBANGAN PEMIKIRAN INDUKTIVISME MILL
Memahami perkembangan pemikiran guna menyusun bangunan realism baru, berangkat dari induktivisme, instrumentalisme, rekonstruksi paradigmatic, dan akhirnya menampilkan realism baru.
John Stuart Mill : Induktivisme
Induktivis seperti Mill dan juga bagi Scotus, Ockham, Hume, dan Herschel membuat justifikasi sesuatu teori atau hukum didasarkan pada evidensi yang cocok dengan schemata induktif. Schemata induktif menghimpun banyak empiri kasus untuk dibangun menjadi kesimpulan generalisasi. Mill mengetengahkan empat metoda induktif, yaitu : method of agreement, method of differences, method of comcomitant variations, dan methods of residues. Circumstances tertentu dan phenomena tertentu akan menetapkan adaa tidaknya hubungan kausal. Munculnya circumstances yang sama, yang berbeda, yang bervariasi, yang tereduksi, dengan waktu atau tempat yang berbeda akan dipakai untuk membuat justifikasi ada tidaknya hubungan kausal.
Dengan metode induktif sulit untuk dapat diaplikasikan pada multipl causiation. Setelah mendapatkan kritik tersebut, Mill akhirnya menyadari bahwa memang sulit mempergunakan empat metode induktif untuk membuat penjelasan tentang multiple causiation. Untuk mngatasi itu Mill menyarankan penggunaan metode deduktif.
Mill selanjutnya mengetengahkan tiga tahap penggunaan metode deduktif. Pertama, menyusun suatu hukum (yang kemudian disebutnya sebagai hipotesis); kedua, secara deduktif mencari kasus-kasus yang sesuai dengan hukum tersebut; dan ketiga, mengadakan verifikasi kesesuaian hipotesis tersebut dengan empiri hasil observasi.
1.     Jevons : Hypothetico Deduktif
Jevons mensyaratkan dua hal untuk menampilkan hipotesis, yaitu menunjuk bahwa sesuatu phenomena tidak sesuai dengan well-confirmed laws; dan menunjuk bahwa konsekuensi hipotesis yang disusun apakah sesuai dengan observasi. Untuk menunjukkan kesesuaian hipotesis dengan konsekuensinya Jevons setuju dengan Mill, yaitu menggunakan argumentasi deduktif. Meskipun demikian Jevons menolak schemata induktif.
2.     Barkeley : Instrumentalisme
Dalam perkembangannya positivisme mengenal dua obyek telaah ilmu, yaitu : telaah substantif dan telaah instrumentatif. Positivisme paradigm kuantitatif berasumsi bahwa ada isomorphism antara matematika dan phisika. Menurut Berkeley kondisi tertentu yang membuat berbagai sesuatu bergerak. Keberadaan sesuatu menjadi tidak ada


1.     Fakta Relevan
Fakta relevan menjadi fakta terkonstruk atau fakta terseleksi oleh idée, teori, rasional kita, atau moral kita. Dalam ilmu pengetahuabn sifat wajar demikian berkembang menjadi fakta yang relevan baik positif atau negatif terhadap ide atau teori atau rasionalitas kita atau moralitas kita yang terkumpul dan terkonstruk. Adapun konstruk penataan data tersebut juga dipengaruhi oleh kepentingan telaah kita.
2.     Normal Science
Normal Science menurut Thomas Kuhn berarti penelitian yang secara kokoh melandaskan pada hasil dari satu atau banyak penelitian terdahulu. Perbedaan : rekomendasi agar menggunakan penelitian terdahulu pada umumnyaakan membuat perkembangan ilmu menjadi terhenti, karena harus mengikuti soosk teori yang sudah diterima. Sedangkan menggunakan karya klasik para ahli mmepunyai dua karakteristik yang berbeda, yaitu : pertama, memang merupakan temuan baru yang sebelumnya tidak ada, dan kedua karena telaahnya bersifat open ended. Dua karakteristik tersebut selanjutnyaa oleh Thomas Kuhn sebagai paradigma.
3.     Tiga Kelas Fakta
Hasil penelitian Thomas Kuhn dibedakan menjadi tiga kelas fakta. Kelas pertama, fakta yang mampu mengungkap ketidakjelasan, seperti panjang gelombang, dll, kelas kedua, fakta baru yang perlu dicari guna menjelaskan teori, misalnya teori relativitas Einstein pada terapan-terapan spesiik. Kelas ketiga adalah fakta yang berguna untuk mengartikulasikan teori paradigmatic. Untuk pencarian fakta semacam itu peneliti perlu memasuki kawasan yang ambigu, kawasan esoteric, kawasan paling perifer.

4.     Pengembangan Tata Fikir Logik
a.      Tata Fikir untuk Membangun Grand-Theory atauSistematika
Klaster A melihat obyek telaah dari sudut perkembangannya. Orang dapat mencermati hal tersebut sebagai perkembangan historis, evolusioner, kontekstual, pprediktif, atau morphogenetic.
Klaster B mendasarkan tata logiknya pada angle cara mengelompokkan substasi telaahnya. Tata logik ini banyak menolong untuk menata sistematika karya tulis.
Klaster C menghadirkan tata logik yang melihat dari angle struktur statistik sampai struktur dinamik.
Sedangkan tata logik sinergik menggunakan asumsi dasar yang bertolak belakang dengan sistemik. Asumsi dasarnya ialah kita biarkan masing-masing unit beraktivitas independen sesuai tujuan unit masing-masing.
b.     Tata Logik Yang Mempengarui Kualitas Ontologik
Klaster D, E, F, dan G berguna untuk dasar pengumpulan data.sekaligus dengan memilah tata logik salah satunya akan menampilkan kualitas kenyataan yang diperoleh, sehingga menunjukkan kualitas yang adda yang didapatkannya.
Klaster D memilahkan kualitas data menjadi : apakah itu persepsi, atau data factual, atau penafsiran atau pemaknaan.
Klaster E membedakan data aksidental, data aktual, dan data esensial. Dalam pendekatan positivistik data aktual, yang artinya data yang dapat ditanpilkan dalam fungsinya menjadi data paling akurat untuk membuat inferensi.
Klaster F berangkat dari dasar berfikir tentang adanya means dan ends dari Jon Dewey, Ends dalam prosesnya akan menjadi means untuk mencapai tujuan berikut.
Klaster G memilahkan data yang dikumpulkan benar-benar akan bersentuhan dengan pandangan ontologik peneliti.
c.      Tata Logik
Tata logik klaster H, I, dan J akan dapat dipakai sebagai inspirasi untuk memilih cara analisis yang dipandang tepat agar dapat diperoleh hasil uji kebenaran, uji kepastian dann pembuatan inferensi yang lebih baik. Klaster H, dikenal sebagai prosedur induktif dan deduktif. Prosedur kerja reflektif mendasarkan pada kemampuan kreatif, intuitif, imaginative : dari satu dua kasus sudah mampu membuat abstraksi yang luas lewat imaginasinya, dan dari suatu abstraksi yang diperluas dengan kreativitas serta imaginasinya mampu membuat penjabaran yang luas dan diperluas.
5.     Konstruk Paradigmatik
Pengembangan ilmu model konstrk teoretik mendahului pencarian bukti empirik factual menjadi penting. Paradigm kontruk deduktif dapat dikembangkan dari berfikir teoretik sesuatu ilmu dan dari berfikir pada dataran tertentu dapat diangkat lebih jauh pada kontruk yang disebut konstruk paradigmatic.
GRAND-CONCEPT DAN GRAND THEORY PADA REALISME BARU
Grand theory yang dikembangkan Noeng Muhadjir pada postpositivistik rasionalistik merupakan hasil berfikir reflektif antaraa hasil penelitian spesifik dan pengidean peneliti untuk memperluas abstraksi obyek penelitian spesifik menjadi obyek penelitian lebih luas.

KEUNGGULAN PARADIGMA DARIPADA KERANGKA TEORI
Positivisme dengan normal sciencenya tidak mampu mengkreasikan pengembangan ilmu, tidak mampu merekonstruksikan teori-teori lama, menjadi teori-teori baru.
Atas kritik beberapa ahli, Kuhn menajamkan dua macam paradigm, yaitu dalam makna luas dan makna sempit. Dalam makna luas adalah paradigm yang prosedur metodologinya dapat digunakan untuk banyak ilmu. Sedangkan paradigm makna sempit adalah pengembangan matrikal dalam sutu disiplin ilmu. Setidaknya empat kemungkinan memfungsikan paradigm menggantikan kerangka teori sebagai dasar penelitian.
Pertama, dengan paradigm kita dapat menemukan daerah ambigu.
Fungsi kedua ;paradigm adalah membantu pengembangan interpretasi. Dengan paradigm yang sama memungkinkan pengembangan interpretasi yang berbeda. Fungsi ketiga suatu paradigm adalah membantu mengembangkan teori baru tanpa harus mengubah paradigm.

KONSTRUK DEDUKTIF EKSPERIMENTAL HACKING
Hacking mengetengahkan bahwa konseptualisasi deduktif dapat disupport dari hasil manipulasi ekpserimental. Eksperiment T2 yang merupakan entitas bary atau entitas yang punya korelasi dengan TI (missal orbit eliptkal pada electron).

MODEL PARADIGMA KUHN. LAKATOS, DAN LAUDAN
Noeng Muhadjir berpendapat bahwa menyusun paradigm sebagai konstruk deduktif  dapat berada pada dataran konseptual teoretik ilmu dan dapat pula berada pada dataran konseptual filsafat ilmu. Lakatos menampilkan model pengembangan paradigm dalam visi evaluasi, yaitu : paradigm berdasar hukum dan teori ilmu, berdasar standar evaluasi tertentu, dan berdasar kepentingan tertentu. Audan menampilkan model pengembangan paradigm konstruk deduktif dalam bentuk paket yang mencakup pemikiran teoretik, prinsip metodologi, dan tujuan kognitif.
KONSTRUK EMPIRI
Rohn Harre membedakan tiga realm (domein) entitas empirik. Realm 1 adalah entitas empirik yang dapat ditangkap oleh panca indera manusia. Realm 2 adalah entitas empirik yang tidak dapat ditangkap panca indera secara langsung. Entitas empiri realm 2 merupakan evidensi instrumentatif. Entitas empiri realm 3 adalah evidensispt neutron, cip dengan berjuta fungsi, dll. Entitas empiri realm 3 hanya dapat dibuktikan dengan terapan disertai penjelasan teoretik logik.
Penghayatan empirik Noeng Muhadjir lanjutkan pada dataran berikutnya, yaitu penghayatan empirik etik dan penghayatan empirik transcendental. Sehingga entitas empirik selanjutnya Noeng Muhadjir sebutt sebagai realm4 adalah entitas empirik yang kebnarannya dibuktikan dengan uji koherensi pada values yang diakui sebagai kriteria moral universal. Realm 5 yaitu entitas empirik yang dapat dihayati oleh banyak orang dalam tampilan rahmah, hikmah, magfirah, dan semacamnya.

Thomas Kuhn membedakan empat hal berikut. Pertama temuan kasuistik, kedua temuan spesifik, ketiga temuan umum, dan keempat paradigm. Paradigm merupakan discoyrses atau wacana yang disepakati oleh banyak ilmuwan. Kesepakatan atau consensus tersebut merupakan titik temu dari intersubyektivitas para ilmuwan dengan rasionalitas obyektif ilmu mengetahuan.
Pada era preparadigm (yaitu era pra-Kuhn), para ahli mash mencampuradukkan antara paradigm dan teori. Dan Kuhn menyebut pada sisi yang satu sebagai era “semaunya sendiri”, dan pada sisi lain sebagai eta stangan. Era “semaunya sendiir” karena masing-masing berani menyatakan sebagai penemu teori baru, sekaligus hanya menjadi baying-bayang ilmuwan terdahulu (karena tidak menggunakan temuan yang open-ended.

PENJELAJAHAN POSTMODERNISME
PERKEMBANGAN EMBRIO KONSEP POSTMODERN
Istilah postmodern dipakai pertama kali oleh Frederico de Oniz tahun 1934 dalam konsep yang jauh berbeda dengan konsep yang berkembang sekarang. Postmodernisme menurutnya hanya periode peralihan (dalam sastra) dari modernism awal ke modernism dengan kualitas lebih tinggi. Arnold Toynbe pada tahun 1947 menggunakan kata postmodern sebagai ciri peralihan politik dari pola pemikiran negara nasional ke interaksi global.
Politik Bhineka Tungga Ika menurut Noeng Muhadjir merupakan konsep yang valid bagi postmodernisme, karena salah satu ciri utama postmodernisme adalah pengakuan pluralism budaya. Barulah pada tahun 1970-an postmodernisme sebagai filsafat ditampilkan oleh Loytadr dalam suatu seminar diantara para ahli filsafat.

Holism merupakan gebrakan terhadap hard science yang analitik dalam ilmu-ilmu sosial.
Posstmodernisme menurut pencermatan Noeng Muhadjir berkembang baik dalam ilmu sosial maupun phisika. Salah satu yang menonjol berupa tumbuhnya nonstandard logis pada keduanya. Pemikiran linear, terpola, atau mengikyiti konstruk atau paradigm yang ada, diragukan kemampuannya untuk menjawab berbagai masalah yang berkembang sangat pesat. Sehingga menurut Noeng Muhadjir diperlukan pemikiran yang sangat cerdas kritis-kreatif-divergen dengan mengkonstruk alur fikir mapan yang ada.

RASIONALITAS DAN KEBEBASAN
Postmodernisme mengkritik bahwa modernism telah mengendalikan manusia secara teknis dengan membuat manusia untuk menggunakan prinsip, sistem pembuktian, model logika, serta cara-cara tertentu dalam berfikir rasional, sehingga manusia menjadi objek sistem, buklan menjadi dirinya sendiri.
Rasionalitas pada era modern telah dimaknai pada kepentingan kerja, dn direduksi menjadi efisiensi atas kriteria untung-rugi; dan lebih lanjut menjadi pragmatic. Habermas memaknai rasionalitas atas tiga kepentingan, yaitu : kepentingan kerja, kepentingan interaksi, dana kepentingan emansipatory.

PERKEMBANGAN LOGOSENTRISME
Dalam visi phenomenologik, fasee pemikiran filsafat setidaknya dapat dibagi menjadi empat, yaitu fase kosmosentrisme, teosentrisme, antroposentrisme, dan logosentrisme. Pusat obyek wacana atau discousure ilmu pada kosmosentrisme adalah alam semesta, pada teosentrisme adalah Tuhan, pada antroposentrisme adalah manusia, dan pada logosentrisme adalah tanda.
Melacak logosentrisme adalah melacak perkembangan dari strukturalisme phenomenologik, dan akhirnya menjadi postrukturalisme Derrida.  Dengan logosentrisme manusia kehilangan dirinya sebagai subyek. Dengan strukturalisme de Saussure manusia tidak lagi menjadi subyek bahasa, bukan subyek berfikir, dan bukan subyek tindakan, melainkan menadi “yang dibicarakan”, yaitu yang dibicarakan sesuai struktur bahasa, struktur sistem sosial-ekonomi. Manusia bukan lagi mencipta struktur dan mengendalikan sistem, melainkan menjadi objek ygdikendalikan oleh struktur dan mengendalikan sistem, melainkan menjadi obyek yang dikendalikan oleh struktur dan sistem.

Postmodernisme telah muncul sebagai konsep dalam arsitektur pada akhir 1940-an, dan dalam sastra pada tahun 1960-an. Tetapi digunakan sebagai konsep umum baru muncul setelah konsep poststrukturalis muncul. Konsep keduanya adalah menetang teori stabilitas satuan, menetang satunya makna, menentang ugeran sentral dalam pemaknaan sesuai tradisi, menentang otonomi karya aestethik. Karya seni tidak dapat dilepaskan dari issues politik dan sosial, dan karya seni juga menentang pemilahan antara seni yang memiliki legitimasi dengan budaya popular. Jean Francois menampilkan konsep sikap postmodern sebagai sikap tidak mau percaya terhadap metanarasi, terhadap pandangan monolitik. Mereka bukan posimistik, tetapi mereka melihat bahwa segala sesuatu itu berkembang, sehingga mengapa mesti memberi makna yang begitu terus.

DEKONSTRUKSI DAN POSTSTRUKTURALISME
Derrida berpandangan yang kita hadapi itu realitas langsung, melainkan hanyalah trance atau bekas atau sugns atau tanda, yang do kita tampilkan dalam ilmu pengetahuan bukan realitas langsung melainkan tanda-tanda atau simiosis.
Era modern hanya mengenal satu kepentingan, yaitu kepentingan teknis direduksi menjadi kepentingan ekonomik, dan direduksi lebih lanjut menjadi pragmatic. Pada akhir era modernism, habermas menawarkan pencerahan rasional, dan menampilkan tiga kepentingan yaitu pertama, kepentingan teknis (dimensi kerja), yaitu kehendak mengambil kontrol alam dan manusia, kedua kepentingan interaktif, yang menampilkan hasrat saling memahami antar manusia lewat komunikasi bahasa dan budaya, dan ketiga kepentingan emansipsi yaitu upaya manusia membebaskan diri dari dominasi rasial maupun dominasi sistem sosial budaya.

HERMENEUTIC GADAMER
1.       Pemahaman
Rentangan konseptualisasi : Kunst – Wahrheit – Rasionalitas, parallel dengan rentangan Human Sciences (yang mencari pemahaman tepat) – Kebenaran Obyektif Natural Science (yang mencari rasionalitas kebenaran)
2.       Realitas
Hermeneutic menurut Heidegger merupakan methodicall art. Adapun menurut Gadamer hermeneutika adalah teori tentang real experience yang berfikir, a theory of the real experience, that is thinking. Berbahasa bukan sekedar sadarnya pembicara melainkan the play of the speaker.
3.       Bahasa
Bahasa menurut Gadamer merupakan medium untuk memperoleh hermeneutical experience. Bahasa merupakan determinasi hermeneutic tentang obyek dan tindakan. Dalam sejarah perkembangan berfikir barat, bahasa dilihat oleh Gadamer dalam tiga fungsi: bahasa sebagai logos, bahasa sebagai verbum dan bahasa sebagai concept formation. Dari sisi ontologi hermeneutic terjai pergeseran peran bahasa dari bahasa sebagai experience of the world, ke bahasa sebagai struktur spekulatif dan akhirnya bahasa sebagai universalisme hermeneutik.
4.       Creator
Dari model hermeneutic Gadamer yang terdiri atas tiga serangkai : pemahaman, realitas sejarah, dan bahasa yang dapat didiagramkan menjadi segi tiga, penulis perkembangkan dengan memasukkan titik keempat, yaitu menjadi creator rekonstruksi sosial.

DEKONSTRUKSI SYARIAH
Madaniyah mmepromosikan konfrontasi, pembatasam kebebasan individu, dan diskriinatif terhadap wanita ataupun terhadap non muslim. Sedangkan yang Makkiyah lebih mengandung universalisme Islam.
Dengan kesimpulan An-Naim dan Arkousn tersebut berarti syariat Islam yang sudah mapan dan digunakan berabad-abad, perlu didokunstruksikan. Dapat digambarkan dengan dekonstruksi tersebut akan diperlukan perombakan total ulumul Qur’an dan juga fiqihnya, mengingat ulumul Hadits menjadi turutan dari Qur’an, maka hadits-hadits perlu dilacak asbabul nuzulnya, dicari yang terjadinya di Makkah.
PLURALISME
Dalam era globalisasi, postmodern dapat diartikan sebagai keterbukaan, menolak ketaatan pada satu otoritas, dan semakin menyadari bahwa kebenaran memang terlalu besar untuk dimonopoli satu sistem dan keragaman pandangan itu menjadi lebih indah. Keseragaman sering membelenggu kebebasan manusia.
Pengakuan terhadap pluralism berangkat dari pengakuan emansipatori dalam interaksi dan kerja, dilanjutkan pengakuan kebebasan memilih satuan sosial tempat dia bergabung, bukan predetermined oleh apapun: entah biologic, entah sttaus sosial, ekonomi atau tradisi apapun, merupakan pluralism masa depan. Pengakuan pluralism masa depan adalah pengakuan emansipatori dalam interaksi, dalam kerja dan dalam preferensi memilih satuan sosialnya.

POSTMODERNISMEMENGHADAPI RADIKALISME DAN FUNDAMENTALISME
Menurut hemat Noeng Muhadjir radikalisme dan fundamentalisme lebih merupakan gaung atau akses dari postmodernisme dengan teori kritis yang radikal. Dengan demikian menurut Noeng Muhadjir, radikalisme dan dan fundamentalisme itu lebih merupakan sikap keras teori kritis postpositivisme yang menentang modernism positivistik. Modernism positivistik mau mempertahankan obyektivisme dan merasionalisasi kemapanan sosial. Habermas menawarkan jalan evolusioner lewat dialog. Model Habermas dilanjutkan dengan pengakuan pluralism dan relativisme (sebagai karakter utama postmodern), radikalisme dan fundamentalisme akan memudar dan keilangan peran sejarah dan sekaligus membuat peralihan darai modernism Habermas ke postmodernism menjadi lebih nuansif daripada kategorik. Radikalisme dan fundamentalisme lebih merupakan terapan teori kritis radikal atas kemapanan yang tidak mau berubah dan terbukti gagall dalam membuat perubahan.

Lewat media massa dapat terlukiskan sesuatu yang lebih indah dari nyatanya. Pada sisi lain informasi teklah mengakselerasi konteks hubungan internasional, yang menuntut kepekaan kehadiran the other, kepekaan untuk tidak mengklaim gaya berfikir tertentu sebagai berlaku universal, kepekaan untuk mengakui keragaman. Pada titik lain lagi, Goran Hedrebo berujar bahwa intensitas pengaru media massa telah membuat media massa menjadi pembentuk kesadaran sosial masyarakat.
Dengan titik-titik telaah tersebut pada ea pan-teknologi media massa manusia telah menjadi objek bentukan media massa : menjadi sadara bahwa ada keragaman, memungkinkan tersajikan sesuatu yang lebih mudah dari kenyataannya, dan memungkinkan kesadaran manusia dientuk oleh opini yang lebih dominan.
Manusia posmo adalah pelaku sosial yang kritis-kreatif, menjadi the great interpreter. Tuntutan menjadi interpreter dan pelaku sosial yang kritis dengan cara mendekonstruk struktur, mendekonstruk modernism, dan mendekonstruk paradigma.
Lebih mendasar lagi bahwa karakter utama posmo adalah : pertama, mengembalikan rasionalitas yang telah direduksi menjadi efisien pragmatic kepada rasionalitas yang utuh; dan kedua peluang kebebasan berfikir. Rasionalitas yang utuh oleh Habermas yaitu rasionalitas yang telah direduksi menjadi kepentingan Arbeit dikembalikan kepada rasionalitas yang memasukkan interaksi dan emansipatori, sehingga menjadi rasionalitas yang utuh. Lebih lanjut rasionalitas posmo dilengkapkan dengan pandangan Kant dan Hegel, yaitu rasionalitas yang memiliki kebebasan emansipatori. Arbeit menuntut pemecahan masalah, adapun komunikasi merupakan tindkan untuk mencapai pemahaman satu sama lain, bersifat intersubyektif, adapun emansipatori mengaksentuasikan kesederajatan, tiada tekan-menekan yang satu terhadap yang lain.
NON STANDARD LOGIC
Dua sistem logika yang secara berkelanjutan berkembang adalah sistem logika induktif probabilistic dan sistem logika deduktif probabilistic. Sejarah perkembanagan ilmu, ternyata bahwa sistem logika deduktif lebih mendominasi pengembangan ilmu. Sistem logika deduktif lebih berperan.
Pada tahun 1960-an Birkof, von Neumann, dan juga Putman menampilkan sistem logika yang sekarang biasa disebut dengan nama quantum logisc. Quantum logics menjadi salah satu model dari nonstandard logic, logika postmodernisme.
Non standar logic menjadi salah satu karakteristik utama postmodernisme : yang berpegang pada dua karakter dasar ilmuwan masa depan yaitu rasionalitas dan kebebasan. Rasionalitas dan kebebasan Postmodernisme paradigm kuantitatif tampil dalam quantum logic dan paradigm kualitatif tampil dalam paraconsistent logic.
1.     Teori Quantum dan Quantum Logics
Teopri yang diverifikasi akan menghasilkan kesimpulan : benar atau salah. Semua itu dapat dilakukan bila proposisi-proposisinya memiliki meaning yang sama. Sedangkan Reichenbach berpendapat lain. Pertama, konsekuensi observasi menunjukkan adanya sejumlah proposisi indirek, karena munculnya interphenomena dan juga pencitraan atas unobservable phenomena. Kedua, proposisi tersebut mempunyai surpus meaning, sebagai konsekuensi observasi. Dan akhirnya Reichenbach mengetengahkan a probability theory of meaning, dan menolak a truth theory of meaning. True value logic (benar-salah) diganti probabilistic theory. (Catatan probabilistic theory dengan probabilistic inferences hasil analisis statistik). Lebih lanjut Reichenbach mengetengahkan interpretasinya tentang phenomena dalam quantum mechanics.
2.     Paraconsistent Logics
Informasi tidak consisten berupa penggunaan teori-teori yang menjadikan interpretasinya kontradiktif ataupun paradoxal. Noeng Muhadjir mengemukakan bahwa bagi modernism teori-teori ataupun konsep-konsep yang mengandung tata-fikir klaster L (yaitu sifat-sifat kontradiktoris) menjadi indikator lemahnya teori atau konsep tersebut, sedangkan bagi postmodernisme munculnya teori atau konsep yang mengandung tata fikir klaster L (kontradiksi, kontroversi, atau paradox) mungkin sekali menjadi indikator kemampuan krtetaif nonstandard yang sangat bermutu.
1.     Tanpa Ethical Code
Kebenaran relatif posmo tidak berangkat dari niilisme melainkan berangkat dari evidensi bahwa sosok kebenaran masa depan tidak dpo diprtediksikan. Tiga dataran kebenaran oleh Noeng MUhadjir : kebenaran hakiki alam semesta, kebenaran rekayasa teknologi, dan kebenaran kebijakan atau rekayasa sosial, fakta alam. Meskipun tanpa ethical code atau standar, Alam Wolfe (1983) mengetengehkan bahwa kapasitas moral makhluk manusia menjadi penjamin pelestarian makhluk manusia. Sejalan dengan teori moral imperative dari Kant.
2.     Multiple Membership dengan Ethical Code Asimetris
Keanggotaan kelompok pada era modern dan posmo adalah multiple membership. Multiple membership dalam modernism menggunakan elictical code yang sama. Adapun multiple membership dalam posmo membuat hubungan I-Thou menjadi asimetris. Moralitas yang digunakan sebagai landasan kebersamaan tidak simetris.
Pluralism merupakan pengakuan pada keragaman sistem struktur masyarakat. Michel Maffesoli memperkenalkan konsep new tribes. New tribes ini tidak lagi mempunyai ikatan kuat pada struktur, baaik dalam makna biologic atau institusional. Dapat dijelaskan perbedaan dapat dielaskan perbedaan antara traditional tribes, yang polisemik, multifungsi, dan multi-final, dengan new tribes yang mengkhususkan pada issue tertentu, pada tipe aksi tertentu, dan satu simbol tertentu. Keterkaitan seseorang pada suatu struktur sosial berdasar preferensi pilihannya sendiri. Karena setiap orang memiliki multiple membership, maka keanggotaan seseorang dalam new tribes akan menggunakan ethic atau moral yang mempunyai nuansa dan isi yang asimetris dengan anggota lain. Dalam new tribes ada anggota yang berkegiatan sosial, sekaligus bisnis akan menggunakan ethic atau moral yang asimetris dengan anggota yang berkegiatan ilmiah, seni klasik dan kehidupan keagamaan.
3.     Teknologi Hanya Means
Teknologi berkembang karena didorng oleh adanya instrumen yang memungkinkan ilmuwan menjalankan tugas meneliti. Lebih jauh Ellul mengemukakan bahwa teknologi itu lebih dari means dan essemble of means. Ellul menetang pendapat tentang adanya tujuan dalam penciptaan teknologi. Sebagai means ilmuwan teknologi akan menjalankan tugas berkelanjutan karena sudah ada means (instrumen penelitian). Jalan fikiran Ellul (1970an) terbukti valid dengan ketidakacuhan ilmuwan pada moralitas cloning ketika diterapkan pada manusia.
Postmodernisme memiliki karakteristik dinamik. Tuntutan membuat temuan baru tidak lagi memerlukan berpuluh tahun atau bertahun, melainkan berkembang menjadi berbulan. Dalam Information technologi, COO (Chief Organization Officer) Microsoft mendeskripsikan bukan lagi perlu sekian tahun untuk membuat invensi melainkan dituntut adanya invensi baru setiap 18 bulan.


Comments

Popular posts from this blog

Pengertian Risiko Keuangan

Pengertian Valuta Asing dan Risiko Valuta Asing

Teori Permintaan Uang Menurut Keynes