BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pergerakan perubahan perdagangan dunia yang semakin pesat menuntut untuk segera adanya pembenahan dalam etika bisnis agar tatanan ekonomi dunia semakin membaik. Didalam dunia persaingan bisnis tidak jarang berlaku konsep tujuan menghalalkan segala cara oleh para pebisnis. Bahkan hingga kepada tingkatan tindakan yang berbau kriminal ditempuh demi pencapaian tujuan. Kalau sudah demikian, pengusaha yang menjadi pengerak motor perekonomian akan berubah menjadi binatang ekonomi. Tindakan mark-up, tidak mengindahkan kepentingan masyarakat, tidak memperhatikan sumber daya alam maupun tindakan kolusi dan suap merupakan segelintir contoh pengabdian para pengusaha terhadap etika bisnis. Secara sederhana etika bisnis dapat diartikan sebagai suatu aturan main yang tidak mengikat karena bukan hukum. Tetapi harus diingat dalam praktek bisnis sehari-hari etika bisnis dapat menjadi batasan bagi aktivitas bisnis yang dijalankan.
Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat.Rudito dan Famiola (2007) mengemukakan etika bisnis merupakan suatu normatif disiplin dimana standar-standar tertentu sudah ditentukan dalam lingkungan bisnis yang haras diterapkan dalam menjalankan aktivitas bisnis. Standar-standar dalam etika bisnis inilah yang dipakai sebagai standar penilaian apakah aktivitas-aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan dinilai sebagai bisnis yang baik atau burak.
Beberapa isu-isu utama etika bisnis khususnya di Indonesia yang marak terjadi adalah isu korupsi, pemalsuan atau pembajakan hak cipta, deskriminasi dan perbedaan gender, serta konflik sosial dan masalah lingkungan (Rudito dan Famiola, 2007). Masalah korupsi merupakan permasalahan klasik yang dihadapi bangsa Indonesia dan sulit untuk dihindari dan tidak mudah untuk diberantas karena telah menguasai segala lapisan aspek dalam kehidupan masyarakat, salah satu contohnya adalah jalur cepat pengurusan KTP atau SIM dengan ongkos yang tentunya jauh lebih mahal dibandingkan melalui jalur biasa, pada level yang lebih tinggi setiap hari media menyuguhkan berita-berita tentang kasus suap, korupsi pada tubuh perbankan atau perusahaan-perusahaan nasional. Semua merupakan bentuk isu pelanggaran etika dalam bisnis dunia usaha dalam wujud korupsi.
Isu etika bisnis yaitu diskriminasi gender dalam dunia kerja seringkali terjadi baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung, ditunjukkan dengan adanya pembedaan perlakuan secara terbuka baik disebabkan perilaku, sikap, norma, nilai, maupun aturan yang berlaku, dan secara tidak langsung, misalnya penetapan aturan yang sama tetapi pada realitasnya menguntungkan salaih satu gender, misalnya dalam hal sistem upah seringkali perempuan mendapatkan upah yang lebih rendah dengan alasan kemampuan kerja lebih rendah dan dapat diperkerjakan untuk pekerjaan-pekerjaan tertentu saja (Rudito dan Famiola, 2007).
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan secara umum mengenai gambaran tanggung jawab sosial dan etika bisnis!
2. Bagaimakah gambaran korupsi dalam keterkaitannya dengan pelanggaran etika bisnis yang terjadi di Indonesia?
3. Bagaimana pemalsuan atau pembajakan hak cipta yang terjadi di Indonesia dilihat dari kacamata etika bisnis?
4. Bagaimana gambaran diskriminasi dan Perbedaan Gender Pada Etika Bisnis yang marak terjadi?
5. Apa dan bagaimana kita memandang konflik sosial dan masalah lingkungan?
C. Tujuan
1. Dapat memberikan penjelasan secara umum mengenai gambaran tanggung jawab sosial dan etika bisnis
2. Mampu melihat gambaran korupsi yang merupakan pelanggaran etika bisnis yang terjadi di Indonesia
3. Mampu menjelaskan pemalsuan atau pembajakan hak cipta yang terjadi di Indonesia dilihat dari kacamata etika bisnis
4. Dapat memberikan gambaran diskriminasi dan Perbedaan Gender Pada Etika Bisnis yang marak terjadi
5. Mampu melihat dan menjelaskan konflik sosial dan masalah lingkungan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Tanggung Jawab Sosial dan Etika Bisnis
Konsep tentang tanggung jawab sosial perusahaan lahir dan makin berkembang menjadi isu penting dalam menjamin kelangsungan hidup dunia usaha sejak dicetuskannya konsep social responsibility yang merupakan kelanjutan konsep economic dan environmental sustainability pada pertemuan di Yohannesberg pada tahun 2002. Pelaksanaan tanggung jawab sosial harus menjadi suatu bagian dalam peran bisnis dan termasuk dalam kebijakan bisnis perusahaan, sehingga dunia bisnis bukan hanya merupakan suatu organisasi yang berorientasi pada pencapaian laba maksimal tetapi juga menjadi suatu organisasi pembelajaran, dimana setiap individu yang terlibat didalamnya memiliki kesadaran sosial dan rasa memiliki tidak hanya pada lingkungan organisasi saja melainkan juga pada lingkungan sosial dimana perusahaan berada (Anatan, 2009).
Secara konseptual tanggung jawab sosial perusahaan didefinisikan sebagai komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup karyawan dan keluarganya, komunitas lokal, dan komunitas luas. The World Business Council for Sustainable Development mendefinisikan tanggung jawab sosial perusahaan sebagai komitmen perusahaan untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan para karyawan perusahaan, keluarga karyawan, komunitas lokal, dan komunitas secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas kehidupan. Secara umum, tanggung jawab sosial perusahaan merupakan kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat melalui peningkatan kemampuan manusia sebagai individu untuk beradaptasi dengan keadaan sosial yang ada, menikmati, memanfaatkan, dan memelihara lingkungan hidup yang ada. Sehingga dapat disimpulkan perusahaan berperan sebagai ”agen moral” yang dituntut untuk dapat menerapkan perilaku-perilaku etis dalam pelaksanaan aktivitas bisnisnya.
Sebagai agen moral, bertindak etis bukanlah sekedar aturan atau pedoman belaka melainkan sebuah tuntutan dan kewajiban moral yang harus dilakukan oleh perusahaan. Post et al. (2002) dalam bukunya yang berjudul ’’Business and Society: Corporate Strategy, Public Policy, Ethics” mengemukakan beberapa alasan mengapa perusahaan harus bertindak etis. Alasan-alasan tersebut meliputi: 1) adanya peningkatan harapan publik agar perusahaan menjalankan bisnis secara etis, dan bagi perusahaan yang tidak berhasil menjalankan bisnisnya secara etis akan mengalami sorotan, kritik atau bahkan hukuman, 2) perusahaan dibatasi oleh etika bisnis yang ada agar tidak melakukan tindakan-tindakan yang membahayakan pemangku kepentingan yang lain, 3) penerapan etika bisnis di perusahaan dapat meningkatkan kinerja perusahaan, yang dapat dicapai melalui terjadinya penurunan resiko korupsi, manipulasi penggelapan, dan berbagai bentuk perilaku yang tidak etis lainnya, 4) penerapan etika bisnis seperti kejujuran, menepati janji, dan menolak suap dapat meningkatkan kualitas hubungan bisnis diantara kedua belah pihak yang melakukan hubungan bisnis, 5) agar perusahaan terhindar dari penyalahgunaan yang dilakukan karyawan maupun kompetitor yang bertindak tidak etis, 6) penerapan etika perusahaan secara baik didalam suatu perusahaan dapat menghindarkan terjadinya pelanggaran hak-hak pekerja oleh pemberi kerja, dan 7) mencegah agar perusahaan tidak memperoleh sanksi hukum karena telah menjalankan bisnis secara tidak etis.
B. Korupsi Dalam Keterkaitannya Dengan Etika Bisnis
Definisi tentang etika bisnis sangat beragam dan tidak ada satupun yang terbaik, namun terdapat konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan penilaian, baik yang didasarkan atas prinsip-prinsip maupun kepercayaan dalam mengambil keputusan guna menyeimbangkan kepentingan ekonomi diri sendiri terhadap tuntutan sosial dan kesejahteraan.
Sternberg (1994) mendefinisikan etika bisnis sebagai suatu bidang filosofi yang berhubungan dengan pengaplikasian ethical reasoning terhadap berbagai praktik dan aktivitas dalam berbisnis. Dalam kaitan ini, etika bisnis merupakan upaya untuk mencarikan jalan keluar atau paling tidak mengklarifikasikan berbagai moral issues yang secara spesifik muncul atau berkaitan dengan aktivitas bisnis tersebut. Dengan demikian prosesnya dimulai dari analisis terhadap the nature and presuppositions of business hingga berimplikasi sebagai prinsip-prinsip moral secara umum dalam upaya untuk mengidentifikasi apa yang “benar” di dalam berbisnis. korupsi Korupsi atau rasuah (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok) adalah tindakan pejabat publik, baik politisi maupun pegawai negeri, serta pihak lain yang terlibat dalam tindakan itu yang secara tidak wajar dan tidak legal menyalahgunakan kepercayaan publik yang dikuasakan kepada mereka untuk mendapatkan keuntungan sepihak.
Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar memenuhi unsur-unsur sebagai berikut:
1. Perbuatan melawan hukum,
2. Penyalahgunaan kewenangan,
3. Kesempatan, atau sarana,
4. Memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, dan
5. Merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
Jenis tindak pidana korupsi di antaranya, namun bukan semuanya, adalah memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan), penggelapan dalam jabatan, pemerasan dalam jabatan, ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara), dan menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri/penyelenggara negara).
Dalam arti yang luas, korupsi atau korupsi politis adalah penyalahgunaan jabatan resmi untuk keuntungan pribadi. Semua bentuk pemerintah|pemerintahan rentan korupsi dalam prakteknya.
Beratnya korupsi berbeda-beda, dari yang paling ringan dalam bentuk penggunaan pengaruh dan dukungan untuk memberi dan menerima pertolongan, sampai dengan korupsi berat yang diresmikan, dan sebagainya. Titik ujung korupsi adalah kleptokrasi, yang arti harafiahnya pemerintahan oleh para pencuri, dimana pura-pura bertindak jujur pun tidak ada sama sekali.
Korupsi yang muncul di bidang politik dan birokrasi bisa berbentuk sepele atau berat, terorganisasi atau tidak. Walau korupsi sering memudahkan kegiatan kriminal seperti penjualan narkotika, pencucian uang, dan prostitusi, korupsi itu sendiri tidak terbatas dalam hal-hal ini saja. Untuk mempelajari masalah ini dan membuat solusinya, sangat penting untuk membedakan antara korupsi dan kejahatan. Tergantung dari negaranya atau wilayah hukumnya, ada perbedaan antara yang dianggap korupsi atau tidak. Sebagai contoh, pendanaan partai politik ada yang legal di satu tempat namun ada juga yang tidak legal di tempat lain.
Kondisi yang mendukung munculnya korupsi Konsentrasi kekuasaan di pengambila keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Mengenai kurangnya gaji atau pendapatan pegawai negeri dibanding dengan kebutuhan hidup yang makin hari makin meningkat pernah di kupas oleh B Soedarsono yang menyatakan antara lain "pada umumnya orang menghubung-hubungkan tumbuh suburnya korupsi sebab yang paling gampang dihubungkan adalah kurangnya gaji pejabat-pejabat....." namun B Soedarsono juga sadar bahwa hal tersebut tidaklah mutlak karena banyaknya faktor yang bekerja dan saling memengaruhi satu sama lain.
Kurangnya gaji bukanlah faktor yang paling menentukan, orang-orang yang berkecukupan banyak yang melakukan korupsi. Namun demikian kurangnya gaji dan pendapatan pegawai negeri memang faktor yang paling menonjol dalam arti merata dan meluasnya korupsi di Indonesia, hal ini dikemukakan oleh Guy J Parker dalam tulisannya berjudul "Indonesia 1979: The Record of three decades (Asia Survey Vol. XX No. 2, 1980 : 123). Begitu pula J.W Schoorl mengatakan bahwa " di Indonesia di bagian pertama tahun 1960 situasi begitu merosot sehingga untuk sebagian besar golongan dari pegawai, gaji sebulan hanya sekadar cukup untuk makan selama dua minggu. Dapat dipahami bahwa dalam situasi demikian memaksa para pegawai mencari tambahan dan banyak diantaranya mereka mendapatkan dengan meminta uang ekstra untuk pelayanan yang diberikan". (Sumber buku "Pemberantasan Korupsi karya Andi Hamzah, 2007)
Rakyat yang cuek, tidak tertarik, atau mudah dibohongi yang gagal memberikan perhatian yang cukup ke pemilihan umum. Ketidakadaannya kontrol yang cukup untuk mencegah penyuapan atau "sumbangan kampanye". Dampak negatif Demokrasi Korupsi menunjukan tantangan serius terhadap pembangunan. Di dalam dunia politik, korupsi mempersulit demokrasi dan tata pemerintahan yang baik (good governance) dengan cara menghancurkan proses formal. Korupsi di pemilihan umum dan di badan legislatif mengurangi akuntabilitas dan perwakilan di pembentukan kebijaksanaan; korupsi di sistem pengadilan menghentikan ketertiban hukum; dan korupsi di pemerintahan publik menghasilkan ketidak-seimbangan dalam pelayanan masyarakat.
Secara umum, korupsi mengkikis kemampuan institusi dari pemerintah, karena pengabaian prosedur, penyedotan sumber daya, dan pejabat diangkat atau dinaikan jabatan bukan karena prestasi. Pada saat yang bersamaan, korupsi mempersulit legitimasi pemerintahan dan nilai demokrasi seperti kepercayaan dan toleransi. Ekonomi Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dan mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan. Korupsi juga mempersulit pembangunan ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi.
Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.
Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri (maka adanya ejekan yang sering benar bahwa ada diktator Afrika yang memiliki rekening bank di Swiss). Berbeda sekali dengan diktator Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan lain-lain.
Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri mereka sendiri. [1] (Hasilnya, dalam artian pembangunan (atau kurangnya pembangunan) telah dibuatkan modelnya dalam satu teori oleh ekonomis Mancur Olson).
Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik, dan juga kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan. Kesejahteraan umum negara Korupsi politis ada di banyak negara, dan memberikan ancaman besar bagi warga negaranya.
Korupsi politis berarti kebijaksanaan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok, bukannya rakyat luas. Satu contoh lagi adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang melindungi perusahaan besar, namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil (SME). Politikus-politikus "pro-bisnis" ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan besar kepada kampanye pemilu mereka. contoh kasus yang melibatkan pengusaha Artalyta Suryani sukses menjadi pengusaha. Wanita yang akrab disapa Ayin ini adalah istri almarhum Suryadharma, bos Gajah Tunggal milik pengusaha besar Sjamsul Nursalim. Ayin sendiri juga memiliki usaha sendiri. Ia adalah Wakil Komisaris Utama di Indonesia Prima Property Tbk - salah satu perusahaan swasta raksasa yang bergerak di bidang properti dan real estate. Nama Ayin mendadak dikenal seantero kalangan sejak ia terseret kasus penyuapan jaksa. Kasus ini tak hanya membuat Ayin dipenjara, tapi juga menyebabkan mundur atau dipecatnya pejabat-pejabat negara. Salah satunya adalah Ketua Tim Jaksa Penyelidik Kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Urip Tri Gunawan, yang melibatkan Sjamsul Nursalim.
Jaksa Urip tertangkap tangan uang sebesar US$660.000. Dan sehari kemudian, Ayin ditangkap petugas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada awal Maret 2008. KPK menunjukkan adanya suap dan keterlibatan Ayin dalam penghentian kasus BLBI oleh Jaksa Agung Muda Kemas Yahya Rahman tanggal 29 Februari 2008 tersebut. Proses hukum ini pun bergulir di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta. Tanggal 21 Mei 2008, dalam dakwaan primer jaksa, Ayin diancam hukuman maksimal 5 tahun penjara dan minimal 1 tahun. Namun Ayin mengeluarkan bantahan. Ia mengelak bahwa suara yang diperdengarkan oleh KPK itu bukan dirinya. Hal itu ditolak langsung oleh Jaksa Penuntut Umum dalam sidang tanggal 18 Juli 2008. Setelah menjalani beberapa kali persidangan, pada tanggal 29 Juli 2008, Jaksa Urip dan Ayin dihukum sesuai tuntutan jaksa yakni 5 tahun dan denda Rp250 juta. Ketua Majelis Hakim Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Mansyurdin Chaniago bersama empat hakim lainnya menilai Ayin telah mencederai tatanan penegakan hukum di Indonesia.
Tanggal 4 November 2008 sidang masih berlangsung. Pengadilan Tipikor lantas menambah hukuman Ayin sebanyak 5 bulan. Namun keputusan itu bukan akhir bagi wanita kelahiran Bandar Lampung, 19 Februari 1962 tersebut. Melalui kuasa hukumnya, mereka mengajukan kasasi ke tingkat Mahkamah Agung (MA). Baru pada 21 Februari 2009, MA mengeluarkan keputusan untuk menolak kasasi Ayin dan tetap menguatkan putusan Pengadilan Tinggi Tipikor yakni 5 tahun penjara dan denda Rp250 juta subsider lima bulan kurungan. Namun, MA mengabulkan Peninjauan Kembal yang diajukan Ayin. Vonis penjara dipotong setengah tahun, menjadi empat tahun enam bulan.
Selama dalam penjara, hidup Ayin ternyata tidak jauh dari sebelumnya. Ruangan yang dihuninya di Rutan Wanita Pondok Bambu, Jakarta Timur, berbeda dengan yang lain. Fasilitasnya lebih lengkap, mulai dari tempat tidur, sofa, dapur mewah, lemari makanan, pendingin soft drink, TV plasma, AC, dan berbagai peralatan untuk keperluan bayi yang diadopsinya. Ia pun memiliki tiga pembantu untuk melayaninya. Hal ini terungkap saat inspeksi mendadak Rutan Pondok Bambu pada awal Januari 2010.
Berdasarkan kasus-kasus yang terjadi di Indonesia dalam hal korupsi ialah masih lemahnya hukum di Indonesia dalam menghukum para koruptor. Dan juga masih lemahnya etika dan moral sebagian pejabat-pejabat dinegeri ini, sehingga sangat mudah tergoda untuk korupsi. Lembaga-lembaga pemerintahan dinegeri ini semuanya sudah tersangkut masalah korupsi. Bahkan baru-baru ini, mahkamah konstitusi, lembaga yang selama ini dicap paling bersih dari praktek-praktek korupsi, tersandung masalah suap, bahkan hakim MK itu sendiri yang terlibat. Sungguh ironis.
Mungkin di Indonesia saat ini sangat membutukan orang-orang yang mempunyai etika dan dilandasi moral yang luhur, jujur, transparan dan sikap yang profesional. dalam memimpin disetiap-setiap lembaga besar di negeri ini.
Dalam hal lain, seperti pengusaha yang tersandung masalah suap seperti Artalita Suryani, seorang pengusaha besar yang dikenal karena keterlibatannya dalam kasus penyuapan jaksa kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Hal ini sangat bertolak belakang dalam pembahasan kali ini mengenai etika bisnis, dimana penjelasan di teori etika bisnis adalah cara untuk melakukan kegiatan bisnis, yang mencakup seluruh aspek yang berkaitan dengan individu, perusahaan dan juga masyarakat. Etika Bisnis dalam suatu perusahaan dapat membentuk nilai, norma dan perilaku karyawan serta pimpinan dalam membangun hubungan yang adil dan sehat dengan pelanggan/mitra kerja, pemegang saham, masyarakat. Dalam kasus Artalita Suryani tentu bertolak belakang dengan penjelasan diatas, dimana sebagai pimpinan/pengusaha tidak membangun hubungan yang adil dan sehat. Jadi, Hubungan antara etika bisnis dengan korupsi dalam hal ini adalah Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Sedangkan praktek korupsi adalah tindakan tidak bermoral dan beretika, dan merugikan banyak orang dalam dunia bisnis.
Hubungan korupsi dengan etika bisnis dapat dipahami dalam kehidupan pemerintahan sebagai suatu keadaan, di mana jika etika dipegang teguh sebagai landasan tingkah laku dalam pemerintahan, maka penyimpangan seperti korupsi tidak akan terjadi.
Misalnya kode etik pada PNS yang merupakan norma-norma sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan PNS yang diharapkan dan dipertangung jawabkan dalam melaksanakan tugas pengabdiannya kepada bangsa, negara dan masyarakat dan tugas-tugas kedinasan, organisasinya serta pergaulan hidup sehari-hari sesama PNS dan individu-individu di dalam masyarakat.
1. Faktor Yang Memicu Korupsi (BPKP) :
a. Aspek Individu Pelaku
1) Sifat Tamak Manusia;
2) Moral yang kurang kuat;
3) Penghasilan yang kurang mencukupi;
4) Kebutuhan hidup yang mendesak;
5) Gaya hidup yang konsumtif;
6) Malas dan tidak mau bekerja;
7) Ajaran Agama yang kurang diterapkan.
b. Aspek Organisasi
1) Kurang adanya sikap keteladanan pimpinan;
2) Tidak adanya kultur organisasi yang benar;
3) Sistem akuntabilitas yang benar kurang memadai;
4) Sistem pengendalian manajemen lemah
c. Aspek Tempat Individu dan Organisasi Berada
1) Nilai-nilai di komunitas kondusif untuk terjadinya korupsi.
2) Komunitas kurang menyadari sebagai korban utama korupsi.
3) Komunitas kurang menyadari kalau dirinya terlibat korupsi.
4) Komunitas kurang menyadari bahwa korupsi bisa diberantas bila komunitas ikut aktif.
5) Aspek perundang-undangan yang kurang kuat.
2. Modus korupsi yang timbul di Indonesia
Berdasarkan catatan Komunitas Transparansi Indonesia, ada beberapa modus korupsi yang timbul di Indonesia :
a. Pemerasan Pajak
b. Manipulasi tanah
c. Jalur cepat pembuatan KTP
d. Jalur cepat pembuatan SIM
e. Markup budget
f. Proses Tender
g. Penyelewengan dalam penyelesaian perkara.
C. PEMALSUAN ATAU PEMBAJAKAN HAK CIPTA
Merek merupakan suatu identitas bagi sebuah produk yang dihasilkan oleh produsen yang merupakan bagian aset dari perusahaan. Bisa dikatakan identitas ini mempunyai pengertian pada kualitas produksi suatu barang, artinya barang tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Hal inilah yang memerlukan perlindungan hukum. Apabila terjadi pembajakan merek tetapi kualitas barang berlainan akan mengganggu stabilitas dan jaminan konsumen terhadap barang tersebut. Merek juga merupakan garansi atas jaminan kepemilikan pribadi atas sebuah produk dagang, yang apabila produk dagang tersebut mempunyai kesamaan dengan produk dagang milik orang lain, maka negara dalam hal ini Kantor Merek sebagai wakilnya berkewajiban untuk menolak merek yang dimintakan pendaftarannya tersebut.
Secara garis besar, praktek-praktek perdagangan yang tidak jujur dalam hal pelanggaran merek tersebut meliputi sebagai berikut:
1. Praktek peniruan merek dagang
Pengusaha yang beritikad tidak baik tersebut pada cara ini akan berupaya menggunakan merek terkenal yang sudah ada sehingga merek atas barang dan jasa yang diproduksinya pada pokoknya memiliki persamaan dengan merek yang sudah terkenal atau akan menimbulkan kesan seolah-olah berasal dari produksi yang sama;
2. Praktek Pemalsuan merek dagang
Modus daripada praktik ini ialah dengan memproduksi barang-barang atau jasa dengan menggunakan merek terkenal yang sudah ada namun tidak menjadi haknya. Praktek seperti ini disebut juga pembajakan dimana barang tersebut akan bermerek terkenal namun dengan kualitas yang tidak memadai;
3. Praktek perbuatan yang dapat mengacaukan publik berkenaan dengan sifat dan asal-usul merek
Modus ini terjadi karena adanya tempat atau daerah suatu Negara yang dapat menjadi kekuatan untuk memberikan pengaruh baik pada suatu barang karena dapat dianggap sebagai asal usul barang tersebut dengasn tujuan untuk mengelabui konsumen
Hak atas merek maupun merek itu sendiri dapat digolongkan sebagai suatu benda/ hak kebendaan. Hukum Perdata mengenai benda mengenal berbagai macam penggolongan benda. Salah satunya adalah benda berwujud (materiil) dan benda tidak berwujud (immateri). HaKI sendiri dapat digolongkan ke dalam benda tidak berwujud. Abdul Kadir Muhammad juga mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan barang (tangible goods) adalah benda materiil yang ada wujudnya karena dapat dilihat dan diraba, misalnya kendaraan; sedangkan yang dimaksud dengan hak (intangible goods) adalah benda imateril yang tidak ada wujudnya karena tidak dapat dilihat dan diraba, misalnya HaKI
Prinsip sosial (the social argument) dimana hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam 1 (satu) ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian, hak apapun yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu saja, tetapi pemberian hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikan, dan diakui oleh hukum, oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan, persekutuan ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi
Rumusan Pasal 499 KUHPerdata yang menyatakan bahwa : ”Barang adalah tiap benda dan tiap hak yang dapat menjadi obyek dari hak milik”. Selanjutnya menurut Mahadi, ketentuan Pasal 499 KUH Perdata mengenai hek benda ialah untuk benda yang tergolong kepada benda materil (stoffelijk voorwrep). Hak atas benda tersebut yang disebut dengan benda immateril. Adapun klasifikasi benda tersebut terdapat dalam Pasal 503 KUH Perdata.
Hal lain yang juga menjadikan hukum HAKI dalam hal ini merek termasuk dalam aspek hukum privat/perdata adalah dari segi pemberian lisensi dengan tujuan agar tidak melanggar hak atau kuasa dari si pemilik hak kekayaan intelektual, pelaksanaan pemberian lisensi harus didahului dengan adanya perjanjian lisensi antara pemohon lisensi dan pemberi.
Sebagai cara untuk menyeimbangkan kepentingan dan peranan pribadi individu dengan kepentingan masyarakat, maka sistem Hak Atas Kekayan Intelektual berdasarkan prinsip :
1. Prinsip keadilan (the principle of natural justice). Pencipta sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar memperoleh imbalan. Imbalan tersebut dapat berupa materi maupun bukan materi, seperti adanya rasa aman karena dilindungi dan diakui atas hasil karyanya.
2. Prinsip ekonomi (the economic argument). Hak Atas Kekayaan Intelektual ini merupakan hak yang berasal dari hasil kegiatan kreatif suatu kemampuan daya pikir manusia yang diekspresikan kepada khalayak umum dalam berbagai bentuknya, yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia, maksudnya ialah bahwa kepemilikan itu wajar karena sifat ekonomis manusia yang menjadikan hal itu 1 (satu) keharusan untuk menunjang kehidupannya di dalam masyarakat.
3. Prinsip kebudayaan (the cultural argument) dimana bahwa karya manusia itu pada hakikatnya bertujuan untuk memungkinkannya hidup, selanjutnya dari karya itu pula suatu gerak hidup yang harus menghasilkan lebih banyak karya lagi. Dengan konsepsi demikian maka pertumbuhan, perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat besar artinya bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia.
Kesepakatan TRIPS ini meliputi 5 (lima) hal, yaitu:
1. Penerapan prinsip-prinsip dasar atas sistem perdagangan dan hak kekayaan intelektual
2. Perlindungan yang layak atas hak kekayaan intelektual
3. Bagaimana negara-negara harus menegakkan hak kekayaan inte-lektual sebaik-baiknya dalam wilayahnya sendiri
4. Penyelesaian perselisihan atas hak kekayaan intelektual antara negara-negara anggota WTO
5. Kesepakatan atas transisi khusus selama periode saat suatu sistem baru diperkenalkan
Keberadaan TRIPs telah menimbulkan perbedaan pendapat tentang baik atau tidaknya HaKI bagi kepentingan Negara-negara berkembang . Sudut pandang Negara-negara Maju, pemerintah Negara-negara maju selalu menyatakan bahwa suatu sistem HaKI yang kuat akan menguntungkan negara-negara berkembang karena dua alasan utama. Pertama, telah dinyatakan sebelumnya bahwa tidak sepantasnya Negara-negara berkembang berharap akan adanya peningkatan penanaman modal asing dan pengalihan teknologi dan Negara-negar maju tanpa adanya hukum HaKI. Bila perusahaan-perusahan asing khawatir terhadap pembajakan dan dan penyebarluasan secara bebas atas HaKI, perusahaan-perusahaan tersebut akan menolak menanamkan modal atau mengalihkan teknologi, atau hanya akan memberikan atau bermutu rendah. Upaya untuk memperoleh teknologi akan semakin mahal jika pihak pemberi teknologi menaikkan biaya lisensinya untuk mengantisipasi kerugian potensial dari hilangnya kekayaan intelektual.
Kedua, Negara-negara maju tersebut mengklaim bahwa dengan meningkatkan perlindungan HaKI, Negara-negara berkembang akan mencapai pembangunan berkelanjutan dari sumber-sumber dalam Negara mereka. Dinyatakan bahwa HaKI akan mendorong para penemu dan pencipta local untuk terus berkarya, dan membuat Negara berkembang tersebut lebih mampu bersaing dalam menghasilkan teknologi dan kreativitas, serta mengurangi kebergantungan kepada Negara-negara maju . Tanpa hukum HaKI yang kuat, para pencipta dan penemu HaKI akan mencari Negara tempat keuntungan yang lebih besar dapat diperoleh dari hasil ciptaan/temuannya. Para penanam modal juga akan bersedia untuk menanamkan lebih banyak modal di pembangunan dan penelitian domestik karena adanya kemungkinan yang lebih terjamin untuk memperoleh keuntungan ekonomis.
HaKI sebagai hak-hak yang lahir dari kemampuan intelektual manusia secara alamiah dianggap sebagai hak milik individu atau kelompok yang penciptanya dan inventornya. Ciptaan atau invensi tersebut bernilai ekonomi karena berguna dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta dapat diterapkan dalam kegiatan industri dan perdagangan. Adanya nilai ekonomi inilah yang kemudian memunculkan kebutuhan perlindungan hukum terhadap HaKI untuk memaksimalisasi keuntungan bagi pencipta, inventor atau pemegang HaKI dan melarang pihak-pihak lain dalam jangka waktu tertentu memanfaatkan HaKI tersebut secara tanpa izin. Perlindungan hukum juga dimaknai sebagai penghargaan yang diberikan Negara kepada pencipta dan inventor atas pengorbanan, keahlian, waktu dan biaya yang sudah dikeluarkan untuk menghasilkan HaKI
D. Diskriminasi dan Perbedaan Gender Pada Etika Bisnis
Diskriminasi pekerjaan adalah tindakan pembedaan, pengecualian, pengucilan, dan pembatasan yang dibuat atas dasar jenis kelamin, ras, agama, suku, orientasi seksual, dan lain sebagainya yang terjadi di tempat kerja.
Gender adalah penggolongan gramatikal terhadap kata benda yang secara garis besar berhubungan dengan dua jenis kelamin serta ketiadaan jenis kelamin atau kenetralan. Kata “gender” berasal dari bahasa Inggris, gender berarti “jenis kelamin”, dimana sebenarnya artinya kurang tepat, karena dengan demikian gender disamakan pengertiannya dengan sex yang berarti jenis kelamin. Dalam Webster’s New World Dictionary gender diartikan sebagai perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari segi nilai dan tingkah laku (Neudfeldt dalam Umar, 1999). Dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Tierney dalam Umar, 1999).
Diskriminasi dalam ketenagakerjaan melibatkan tiga elemen dasar.
1. Keputusan yang merugikan seorang pegawai atau lebih.
2. Keputusan yang sepenuhnya (atau sebagian) diambil berdasarkan prasangka rasial atau seksual, stereotipe yang salah, atau sikap lain yang secara moral tidak benar terhadap anggota kelompok tertentu dimana pegawai tersebut berasal.
3. Keputusan (atau serangkaian keputusan) yang memilki pengaruh negatif atau merugikan pada kepentingan-kepentingan pegawai, mungkin mengakibatkan mereka kehilangan pekerjaan, kesempatan memperoleh kenaikan pangkat, atau gaji yang lebih baik.
Bentuk-bentuk diskriminasi: aspek kesengajaan dan aspek institusional
Satu kerangka kerja yang bermanfaat untuk menganalisis berbagai bentuk diskriminasi dapat dibuat dengan membedakan tingkat dimana tindakan diskriminasi dilakukan secara sengaja dan terpisah (atau tidak terinstitusionalisasikan) dan tingkat dimana tindakan tersebut terjadi secara tidak sengaja dan terinstitusionalisasikan.
Pertama tindakan diskriminasi mungkin merupakan bagian dari perilaku terpisah dengan seseorang yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi karena adanya prasangka pribadi.
Kedua, tindakan diskriminasi mungkin merupakan bagian dari perilaku rutin dari sebuah kelompok yang terinstitusionalisasikan, yang dengan sengaja dan sadar melakukan diskriminasi berdasarkan prasangka pribadi para anggotanya.
Ketiga, tindakan diskriminasi merupakan bagian dari perilaku yang terpisah dari seseorang yang secara tidak sengaja dan tidak sadar melakukan diskriminasi terhadap orang lain karena dia menerima dan melaksanakan praktik-praktik dan stereotipe tradisional dari masyarakatnya.
Keempat, tindakan diskriminasi mungkin merupakan bagian dari rutinitas sistematis dari organisasi perusahaan atau kelompok yang secara tidak sengaja memasukkan prosedur-prosedur formal yang mendiskriminasikan kaum perempuan atau kelompok minoritas.
Tingkat diskriminasi
Ada tiga perbandingan yang bisa membuktikan distribusi yaitu :
1. Perbandingan atas keuntungan rata-rata yang diberikan institusi pada kelompok yang terdiskriminasi dengan keuntungan rata-rata yang diberikan pada kelompok lain.
2. Perbandingan atas proporsi kelompok terdiskriminasi yang terdapat dalam tingkat pekerjaan paling rendah dengan proporsi kelompok lain dalam tingkat yang sama.
3. Perbandingan proporsi dari anggota kelompok tersebut yang memegang jabatan lebih menguntungkan dengan proporsi kelompok lain dalam jabatan yang sama.
Diskriminasi : Utilitas, Hak, Keadilan Utilitas : argumen utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual didasarkan pada gagasan bahwa produktivitas masyarakat akan optimal jika pekerjaan diberikan dengan berdasarkan kompetensi (atau kebaikan).
Hak : argumen non – utilitarian yang menentang diskriminasi rasial dan seksual salah satunya menyatakan bahwa diskriminasi salah karena hal tersebut melanggar hak moral dasar manusia.
Keadilan : kelompok argumen non-utilitarian kedua melihat dikriminasi sebagai pelanggaran atas prinsip-prinsip keadilan.
Praktik diskriminasi Apapun masalah yang terdapat dalam argumen-argumen yang menentang diskriminasi, tapi jelas bahwa ada alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa diskriminasi adalah salah. Jadi, dapat dipahami bahwa peraturan hukum secara bertahap diubah dan disesuaikan dengan pertimbangan moral tersebut, dan bahwa dalam berbagai cara muncul pengakuan atas terjadinya bentuk-bentuk diskriminasi terhadap tenaga kerja.
Di antara tindakan-tindakan yang dinggap diskriminasi adalah sebagai berikut : Rekrutmen, Sceening (seleksi), kenaikan pangkat, kondisi pekerjaan dan PHK. Tindakan Afirmatif Semua kebijakan (tentang kesamaan memperoleh kesempatan) yang dibahas sejauh ini merupakan sarana untuk “membutakan” keputusan ketenagakerjaan terhadap aspek-aspek ras dan jenis kelamin. Semua kebijakan itu adalah negatif : semuanya bertujuan untuk mencegah diskriminasi lebih jauh.
Tindakan Afirmatif sebagai Kompensasi : Argumen-argumen yang mendukung tindakan afirmatif, sebagai salah satu bentuk kompensasi, didasarkan pada konsep keadilan kompensatif.
Tindakan Afirmatif sebagai Instrumen untuk mencapai tujuan sosial : rangkaian argumen kedua yang diajukan untuk mendukung program tindakan afirmatif didasarkan pada gagasan bahwa program-program tersebut secara moral merupakan instrumen yang sah untuk mencapai tujuan-tujuan yang secara moral juga sah. Contohnya, kaum utilitarian mengklaim bahwa program tindakan afirnatif dibenarkan karena mendukung atau mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Penerapan tindakan afirmatif dan penanganan keberagaman : para pendukung tindakan afirmatif menyatakan bahwa kriteria lain selain ras dan jenis kelamin perlu dipertimbangkan saat mengambil keputusan dalam program tindakan afirmatif.
1. Jika hanya kriteria ras dan jenis kelamin yang digunakan, hal ini akan mengarahkan pada perekrutan pegawai yang tidak berkualifikasi dan mungkin akan menurunkan produktivitas.
2. Banyak pekerjaan yang memiliki pengaruh-pengaruh penting pada kehidupan orang lain.
3. Para penentang menyatakan bahwa program tindakan afirmatif, jika dilanjutkan akan membuat negara kita menjadi negara yang lebih diskriminasi.
1. Diskriminasi pekerjaan terhadap wanita hamil
Ada indikasi, beberapa perusahaan banyak yang memasung hak-hak reproduksi perempuan seperti pemberian cuti melahirkan bagi karyawan perempuan dianggap pemborosan dan inefisiensi. Perempuan dianggap mengganggu produktivitas perusahaan sehingga ada perusahaan yang mensyaratkan calon karyawan perempuan diminta untuk menunda perkawinan dan kehamilan selama beberapa tahun apabila mereka diterima bekerja. Syarat ini pun menjadi dalih sebagai pengabdian perempuan kepada perusahaan layaknya anggota TNI yang baru masuk
.
Meskipun undang-undang memberi wanita cuti melahirkan selam 3 bulan, yakni 1,5 bulan sebelum melahirkan dan 1,5 bulan sesudah melahirkan, wanita yang sedang hamil atau melahirkan masih sering dipecat atau diganti ketika sedang cuti. Hal ini terjadi pada perusahaan yang tidak begitu baik tingkat pendapatannya. Mereka rugi bila harus menanggung biaya atau memberikan gaji bagi yang cuti.
2. Diskriminasi Pekerjaan Karena Stereotype Gender
Tak dipungkiri, dalam masyarakat Indonesia dan beberapa Negara, wanita kebanyakan ditempatkan pada tugas-tugas administrasi dengan bayaran lebih rendah dan tidak ada prospek kenaikan jabatan. Masih ada stereotype yang ‘menjebak’ bahwa wanita identik dengan “penampilan menarik”, hal ini seringkali dicantumkan dalam kriteria persyaratan sebuah jabatan pada lowongan pekerjaan. Pegawai perempuan sering mengalami tindakan yang menjurus pada pelecehan seksual. Misalnya, ketika syarat yang ditetapkan perusahaan adalah harus memakai rok pendek dan cenderung menonjolkan kewanitaannya.
3. Diskriminasi Terhadap Wanita Muslim
Kasus yang terbaru untuk kategori diskriminasi ini adalah terjadi di Inggris. Hanya karena mengenakan busana Muslim, banyak wanita Muslimah berkualitas di Inggris mengalami diskriminasi dalam pekerjaan mereka. Laporan EOC menunjukkan bahwa 90% kaum perempuan Muslim asal Pakistan dan Banglades mendapat gaji yang lebih rendah dan tingkat penganggurannya tinggi.
Kasus lain juga terjadi di Perancis, pada kwartal akhir tahun 2002. Seorang pekerja wanita dipecat perusahaan tempatnya bekerja lantaran menolak menanggalkan jilbab yang dikenakannya saat bekerja. Padahal dirinya telah bekerja di tempat tersebut selama 8 tahun. Menurut laporan BBC News, tindakan ini dipicu oleh tragedi 11 September 2001 adanya pesawat yang menabrak WTC di Amerika Serikat.
4. Beberapa Contoh Ekstrim
Kenyataan saat ini bahwa banyak perempuan harus bekerja di luar rumah untuk membantu suami menambah penghasilan keluarga ternyata tidak selamanya dipandang positif. Kejadian yang menimbah Ny. Lilis, istri guru Sekolah Dasar Negeri di Tangerang, menjadi contoh hal ini.
Ny. Lilis ditangkap polisi satpol PP atas aturan jam malam bagi wanita yang diindikasikan sebagai pelacur atau pekerja seks komersial. Pada saat itu, Ny. Lilis sedang menunggu angkutan umum untuk pulang ke rumahnya setelah pulang dari bekerja di sebuah rumah makan pada malam hari. Dengan hanya mencurigai gerak-geriknya dan tanpa ada bukti atau introgasi awal, Ny. Lilis ditangkap begitu saja dan sempat dihukum penjara. Mirisnya lagi, Ny. Lilis saat itu juga sedang hamil. Dia bekerja karena untuk membantu menambah penghasilan suaminya yang habis untuk membayar berbagai pinjaman guna meyambung hidup sehari-hari.
5. Penyebab terjadinya diskriminasi kerja
Beberapa penyebab yang menimbulkan adanya diskriminasi terhadap wanita dalam pekerjaan, di antaranya,
a. Adanya tata nilai sosial budaya dalam masyarakat Indonesia yang umumnya lebih mengutamakan laki-laki daripada perempuan (ideologi patriaki).
b. Adanya bias budaya yang memasung posisi perempuan sebagai pekerja domestik atau dianggap bukan sebagai pencari nafkah utama dan tak pantas melakukannya.
c. Adanya peraturan perundang-undangan yang masih berpihak pada salah satu jenis kelamin dengan kata lain belum mencerminkan kesetaraan gender, contohnya pada UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan dan Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja No. 7 tahun 1990 tentang Pengelompokan Komponen Upah dan Pendapatan Non-upah yang menyebutkan bahwa tunjangan tetap diberikan kepada istri dan anak. Dalam hal ini, pekerja wanita dianggap lajang sehingga tidak mendapat tunjangan, meskipun ia bersuami dan mempunyai anak.
d. Masih adanya anggapan bahwa perbedaan kualitas modal manusia, misalnya tingkat pendidikan dan kemampuan fisik menimbulkan perbedaan tingkat produktifitas yang berbeda pula. Ada pula anggapan bahwa kaum wanita adalah kaum yang lemah dan selalu berada pada posisi yang lebih rendah daripada laki-laki.
E. Konflik Sosial Dan Masalah Lingkungan
Masyarakat yang sustainable, masyarakat yang berlanjut, tidak mengenal konflik sosial, dan juga tidak mengenal disintegrasi sosial.
Perubahan lingkungan bisnis akan terjadi setiap saat, umumnya berupa gerak perubahan dari salah satu atau gabungan faktor-faktor lingkungan luar perusahaan, baik pada skala nasional, regional maupun global. Sebagian dari dampak yang mereka timbulkan banyak terbukti telah mempengaruhi datangnya berbagai kesempatan usaha (business opportunities), tetapi banyak pula rekaman contoh kasus dari faktor eksternal ini yang menjadi kendala dalam berusaha (business threats and constraints).
Kita sering mendengar bagaimana perusahaan yang memiliki sistem organisasi yang baik dengan dukungan visi, misi dan rencana aksi business plan yang terencana tidak menjamin sukses dalam meraih laba. Bahkan banyak perusahaan ini mengalami penurunan dalam kinerja usahanya hanya karena kesalahan dalam menafsirkan skenario dan asumsi pengaruh lingkungan luar tersebut. Memasuki era liberalisasi dan globalisasi pada abad ke 21, para pimpinan perusahaan tidak dapat mengabaikan begitu saja perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling mereka, terutama jika mereka ingin meraih kemenangan.
Semakin kukuhnya gejala globalisasi pasar dunia yang dipengaruhi langsung oleh berbagai kebijakan liberalisasi perdagangan dan investasi di Asia Pasifik, banyak membuka kesempatan berusaha bagi produsen domestik dan investor modal asing. Meluasnya jaringan organisasi dan komunikasi perusahaan global beberapa tahun sebelum terjadinya krisis perekonomian dunia, terbukti telah memberikan berbagai kesempatan berusaha bagi perusahaan-perusahaan swasta domestik di Indonesia dalam bentuk kerjasama usaha patungan (joint ventures) dan waralaba (franchising).
Tetapi sebaliknya kita saksikan bagaimana perubahan lingkungan eksternal yang berjalan dengan sangat cepatnya, seperti kejadian penyerangan gedung kembar World Trade Center dan serbuan militer Amerika Serikat ke Irak, kemudian dalam sekejap memporak-porandakan keunggulan bersaing satu negara dalam pola perdagangan antar bangsa di dunia. Pengaruh buruk dampak lingkungan eksternal kadang-kadang bersifat terselubung, dan dengan kejamnya merenggut kedudukan keunggulan persaingan beberapa perusahaan domestik yang berskala kecil dan menengah.
Kita melihat bagaimana krisis perekonomian nasional yang dilanjutkan dengan berbagai krisis politik dan sosial sejak tahun 1998 pada kenyataannya telah merubah seluruh tatanan (paradigm) melakukan kegiatan berusaha dari perusahaan-perusahaan swasta nasional di negara kita. Tanpa disadari berbagai perubahan issue non-ekonomi, seperti peristiwa bom Bali, perselisihan antar kelompok etnis di Maluku dan Kalimantan Barat, sengketa wilayah Aceh dan tuntutan kelompok Gerakan Aceh Merdeka, huruhara Mei, semuanya telah mengganggu pencapaian kinerja perusahaan di Indonesia dalam jangka pendek. Terakhir kali kita saksikan bagaimana gelombang tsunami telah merusak sendi-sendi perekonomian berbagai lokalitas di kawasan Aceh dan Sumatera Utara.
Rentetan peristiwa ini mengakibatkan lambatnya program pemulihan perekonomian nasional. Kepastian dan iklim berusaha mengalami erosi, dan risiko negara dan risiko berusaha menjadi semakin tinggi. Akhirnya dalam beberapa tahun kemudian terjadi peningkatan kasus penutupan dan kebangkrutan perusahaan.
Berikut contoh-contoh nyata tentang kondisi faktor lingkungan bisnis yang dihadapi perusahaan-perusahaan global dan lokal pada sejak tahun 2000.
1. Jenis dan Dimensi
Jenis dan dimensi faktor-faktor lingkungan eksternal banyak dijumpai dalam literatur manajemen stratejik. Misalnya, Hax dan Majluf (1984) membagi jenis pengkajian lingkungan usaha menjadi beberapa komponen analisis yang meliputi analisis komponen ekonomi, kondisi pasar, teknologi, sumber daya manusia, politik, aspek sosial dan analisis faktor lingkungan hukum. Sedangkan Pearce dan Robinson (1988) memilah analisis mereka kedalam pertimbangan ekonomi, sosial, politik dan pertimbangan teknologi.
Buku yang agak pragmatis dari Stonier (1995) mengelompokan jenis lingkungan eksternal perusahaan ke dalam lingkungan organisasi yang sifatnya langsung dan kejadian-kejadian di luar perusahaan yang sifatnya tidak langsung (indirect action environment), yang pada gilirannya dapat mempengaruhi lingkungan internal dari stakeholder.
Sedangkan Hitt dan kawan-kawan (1995) membaginya menjadi lingkungan umum (general environment) dan lingkungan industri (industrial environment). Lingkungan umum terdiri dari berbagai elemen yang terdapat di masyarakat yang diperkirakan dapat mempengaruhi kondisi dan struktur usaha dari kegiatan kelompok bisnis tertentu (industri) atau bahkan mempengaruhi secara langsung kinerja perusahaan tertentu (firm) dalam memperoleh pendapatan.
Dari telaah berbagai jenis lingkungan luar tersebut kita dapat mengelompokannya kedalam dua faktor utama:
1. Faktor lingkungan ekonomi
2. Faktor lingkungan non ekonomi.
Faktor lingkungan ekonomi meliputi segala kejadian atau permasalahan penting di bidang perekonomian nasional yang dapat mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan. Faktor ini meliputi juga kondisi perekonomian internasional dan perkembangan pasar suatu masyarakat perekonomian. Faktor lingkungan ekonomi nasional mencakup antara lain berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah di bidang perekonomian serta arah dan target agregat ekonomi makro.
Sedangkan faktor lingkungan non-ekonomi merupakan peristiwa atau isu yang menonjol di bidang politik, keamanan, kehidupan penduduk, aspek sosial dan aspek budaya yang mempengaruhi roda kehidupan berusaha suatu perusahaan.
Dalam prakteknya faktor-faktor ekonomi dan non-ekonomi yang tidak dapat dikendalikan oleh pimpinan perusahaan sangat luas dan banyak ragamnya. Sehingga hal ini kadang-kadang membingungkan kita untuk dapat mengamatinya dengan baik.
Klasifikasi Dimensi Lingkungan Eksternal Kegiatan Usaha
1. Perekonomian Global dan Kerjasama Internasional (Ekonomi)
2. Pembangunan dan Perekonomian Nasional (Ekonomi)
3. Politik, Hukum dan Perundang-Undangan (Non-Ekonomi)
4. Teknologi (Non-Ekonomi)
5. Demografi, Sosial dan Budaya (Non-Ekonomi)
1. Perekonomian Global dan Kerjasama Internasional
Lingkungan eksternal perusahaan yang letaknya paling luar (remote) meliputi perkembangan perekonomian makro di negara maju, perkembangan kluster bisnis perusahaan dunia dan berbagai perjanjian internasional yang penting yang telah diratifikasi oleh kelompok negara industri dan negara berkembang di dunia
.
Kegiatan operasional perusahaan domestik dan swasta asing di Indonesia tidak dapat melepaskan dirinya dari kondisi dan perkembangan perekonomian global dan regional yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan Asia Pasifik. Setiap perubahan yang terjadi di perekonomian negara industri utama, seperti Amerika Serikat, Jepang, Inggris, Jerman, Perancis dan negara besar lainnya akan selalu mempengaruhi gerak perekonomian di negara kita. Sebagai eksportir produk pertanian dan industri ke negara-negara tersebut, dampak kekuatan perekonomian global sangat terasa pada kemampuan dan keunggulan bersaing produk ekspor yang berasal dari negara kita.
Hal ini beralasan karena perekonomian Indonesia yang bersifat terbuka. Sejak masa pemerintahan Orde Baru, pengusaha Indonesia banyak yang telah memperoleh berbagai kemudahan yang diberikan oleh Pemerintah. Hal ini mencakup perintisan pembukaan perjanjian perdagangan dengan para mitra dagang; pemberian sistem insentif dalam kegiatan pemasokan bahan baku dan barang modal secara global (multisourcing); membuka usaha patungan dan mengundang partisipasi modal asing untuk memenuhi kebutuhan pendanaan di dalam negeri.
Perekonomian yang sifatnya terbuka ini disamping memberikan manfaat positif bagi perkembangan dunia usaha, sebaliknya dapat memberikan pengaruh lingkungan eksternal yang negatif. Pengaruh yang negatif ini dalam banyak hal berupa ancaman dan dampak yang merugikan pada kinerja perusahaan. Sebagai contoh, krisis perekonomian global akan mempengaruhi stabilitas nilai tukar suatu negara. Kemudian pada gilirannya jika tidak dapat dikendalikan akan membawa efek berantai pada kemelut krisis ekonomi dan akan akan meningkatkan risiko negara dan resiko kredit perbankan.
Rincian faktor-faktor perekonomian global yang perlu selalu kita amati dengan seksama dan secara rutin. Isu pertama yang banyak didiskusikan dan memiliki pengaruh jangka pendek dan jangka panjang yaitu globalisasi pasar. Globalisasi membuat paradigma berusaha banyak berubah dan bergejolak. Isu berikutnya adalah masalah mengantisipasi datangnya siklus bisnis, kenaikan harga minyak bumi dan harga komoditi, perubahan strategi pembangunan, selera konsumen dan berbagai kebijakan pemerintah yang penting.
Faktor-Faktor Perekonomian Global yang Harus Dimonitor
a. Globalisasi pasar
b. Siklus kegiatan ekonomi
c. Perkembangan harga minyak
d. Perkembangan harga berbagai komoditi pertanian dan barang olahan industry
e. Perubahan program pembangunan ekonomi di negara industri utama
f. Perubahan selera dan permintaan musiman
g. Isu dan perkembangan Kebijakan ekonomi utama dan perjanjian kerjasama internasional
a. Globalisasi Pasar
Globalisasi pasar merupakan gejala dunia yang perlu diikuti. Sebagai contoh, penyatuan Masyarakat Ekonomi Eropah (European Economic Community) pada tahun 2000, terbukti telah mempengaruhi kekuatan negosiasi isu perdagangan dan investasi dari negara anggota EEC dengan Negara Sedang Berkembang. Dalam banyak kasus hasilnya cenderung merugikan di pihak terakhir. Bentuk kerjasama perekonomian lainnya antara lain, Asosiasi Kelompok Produsen Minyak Bumi (OPEC), kerjasama Perekonomian Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN) dan kerjasama Perekonomian Negara-Negara Asia Pasifik (APEC) . Kluster kerjasama mereka telah mendorong dan membuat pasar barang, jasa, dan keuangan semakin luas (globalise) dengan pengurangan berbagai hambatan (borderless) dalam birokrasi perijinan, dan lalulintas modal, pekerja dan tranfer teknologi.
Globalisasi pasar internasional sekarang ini cenderung meluas, menjadi rumit dan sulit dilacak. Proses ini terjadi sedemikian cepat dengan kecenderungan aksi dari berbagai perusahaan raksasa multinasional (MNCs) dan dunia (global firms) mengadakan strategi usaha melalui integrasi, merger maupun kegiatan usaha patungan dengan melintasi batas-batas teritorial antar negara.
Kepentingan bisnis mereka secara keseluruhan seringkali mengalahkan kepentingan dari perusahaan-perusahaan cabang yang mereka miliki maupun kepentingan partner dagang di negara berkembang. Globalisasi pasar disamping memberikan dampak positif, tidak jarang menghasilkan pengaruh yang negatif untuk perekonomian Indonesia, perkembangan perusahaan menegah dan kecil dan keunggulan bersaing di sektor ekonomi atau industri tertentu.
b. Siklus Kegiatan Usah
a
Siklus kegiatan usaha (business cycle) pada tingkat internasional perlu dipelajari dan diamati pergerakannya karena dia memiliki pengaruh pada permintaan dunia, dan perkembangan perekonomian negara berkembang seperti Indonesia, India dan China.
Perekonomian dunia pernah mengalami masa depressi (tahun 1920-1930) akibat kejadian perang dunia pertama. Peristiwa perang serupa telah mengakibatkan ekonomi booming seperti pada saat perang dunia kedua (1940-1945) dan perang Korea tahun 1950an. Dalam kasus ini biasanya permintaan barang dan jasa yang terkait dengan kejadian perang dapat merangsang peningkatan produksi dunia, seperti halnya produksi karet alam, biji besi dan peralatan komputer. Perang teluk sebagai reaksi invasi Irak ke Kuwait menyumbangkan pengaruhnya terhadap resesi ekonomi dunia, khususnya dimulai dengan negara Amerika Serikat pada tahun 1990.
Disamping ketidakstabilan politik internasional, siklus kegiatan usaha dapat dipengaruhi oleh penemuan-penemuan (komputer, robot dan sebagainya), tingkat inflasi, pengeluaran pemerintah yang cukup besar, dan kepanikan pasar modal dunia (Wall Street) atas kejadian-kejadian pada tingkat internasional. Perang Irak oleh Amerika Serikat pada bulan April 2003 telah menghasilkan berbagai skenario kemungkinan melemahnya perekonomian negara-negara maju beberapa minggu setelah itu.
Siklus kegiatan usaha dapat dibuat untuk dunia, kawasan ekonomi, negara dan atau untuk kegiatan usaha di kluster industri tertentu. Indikator yang biasa digunakan perkembangan value added, indeks produksi, indeks harga saham atau indikator gabungan lainnya.
Ketidakpastian usaha biasanya akan meningkat pada saat siklus ekonomi mengalami penurunan (recession), yaitu misalnya saat kita memasuki abad millineum, dan kemudian menjadi optimis pada saat siklus ekonomi meningkat (booming).
c. Harga Minyak Bumi
Gejolak harga minyak bumi dunia sangat mempengaruhi posisi keuangan dan likuiditas perekonomian negara Indonesia. Secara mikro, harga minyak bumi dapat mempengaruhi biaya produksi sebagian besar perusahaan yang menggunakan BBM. Seperti diketahui, anggaran belanja negara kita disusun berdasarkan asumsi harga minyak bumi yang diperoleh. Jadi adanya peningkatan harga minyak tersebut otomatis akan mempengaruhi peningkatan surplus penerimaan negara. Perubahan kebijakan dan arah alokasi pengeluaran pembangunan sebagai dampak dari kenaikan harga tersebut perlu selalu diamati.
Bagi perusahaan, perubahan harga minyak bumi akan mempengaruhi perubahan dalam biaya perjalanan, biaya pengangkutan, biaya bahan baku impor, biaya listrik dan biaya hidup karyawan.
d. Lingkungan Perekonomian Global Lainnya
Lingkungan perekonomian global lainnya yang perlu diperkirakan pengaruhnya terhadap lingkungan bisnis mikro perusahaan di Indonesia mencakup pengeluaran pembangunan di negara maju, perubahan selera/permintaan serta perubahan kebijakan global seperti nilai tukar dari beberapa mata uang asing yang mendominir pasar uang internasional. Pola pengeluaran pembangunan seperti di Amerika Serikat, yang cenderung mengarah pada neraca anggaran defisit akan mempengaruhi nilai tukar US dollar terhadap mata uang lainnya. Kita telah mengamati jatuhnya nilai tukar dollar Amerika terhadap Yendaka dalam periode 1994-95, mencapai nilai tukar dibawah 90 Yen per dollarnya.
Disamping itu perlu diamati ke arah mana anggaran belanja pemerintah tersebut dikeluarkan, karena hal ini dapat mempengaruhi pola permintaan barang-barang impor yang berasal dari negara berkembang. Apabila pengeluaran pembangunan ini diikuti pula dengan partisipasi produksi pihak swasta maka tingkat pertumbuhan perekonomian dapat meningkat. Perkembangan ini biasanya akan diikuti dengan perkembangan di sektor konstruksi, real estate dan industri berteknologi maju, sehingga impor bahan baku dan barang-barang input lainnya dari negara sedang berkembang akan meningkat.
Permintaan barang dan jasa di negara maju, khususnya barang-barang mewah, dapat berubah dengan bergesernya selera dan pola hidup masyarakat di negara tersebut. Beberapa kegiatan perekonomian yang akan terpengaruh oleh perubahan iklim yang terjadi setiap tahun secara spesifik di wilayah geografis suatu perekonomian, meliputi permintaan bahan bangunan, pakaian jadi dan kegiatan pariwisata.
Akhirnya, pada era globalisasi nilai tukar mata uang asing cenderung berfluktuasi terutama mata uang dollar, yendaka, poundsterling, deutchmark dan mata uang asing utama lainnya. Faktor penyebab fluktuasi nilai tukar mata uang ini adalah ketimpangan neraca perdagangan dari dua negara (bilateral), politik anggaran defisit, perkembangan pertumbuhan ekonomi dan ancaman konflik politik internasional. Sampai saat ini lembaga keuangan international IMF tidak sanggup untuk menciptakan stabilitas nilai tukar tersebut, mengingat sebagian besar kendali stok uang internasional berada ditangan para pemilik modal global.
Implikasi ketidakstabilan nilai tukar mata uang ini bagi manajemen keuangan perusahaan-perusahaan eksportir adalah faktor ketidakpastian dalam memperkirakan arus pendapatan maupun arus biaya dalam satu periode tertentu. Tentunya pemakaian jasa konsultan manajer keuangan internasional sangat disarankan untuk menghindari risiko kerugian dari salah perhitungan kurs tersebut.
Kebijakan global yang paling akhir dan diperkirakan akan mempengaruhi kinerja perusahaan publik dan swasta di Indonesia adalah komitmen negara kita dan negara anggota lainnya untuk menjalankan kesepakatan GATT yang dicapai pada Putaran Uruguay di Marrakesh, Marocco pada tanggal 15 April 1994.
Perjanjian GATT sebenarnya memberikan peluang pasar yang lebih besar bagi Indonesia, khususnya untuk para eksportir yang melempar produk ekspornya ke negara maju dan negara berkembang lainnya. Tetapi dalam hal ini Indonesia harus memberi konsesi bagi negara-negara lain untuk masuk ke pasar domestik kita. Dalam hal bidang tekstil dan pakaian jadi, pada awalnya dampak persetujuan GATT tidak akan terlalu terasa karena penghapusan kuota masih relatif kecil. Pada tahap akhir, Indonesia akan memasuki era persaingan secara terbuka dan pengusaha domestik harus waspada terhadap serbuan negara lain. Undang-Undang anti dumping sudah harus dirumuskan oleh Indonesia sesuai dengan kesepakatan. Demikian pula perusahaan-perusahaan domestik yang memperoleh subsidi dan perlindungan sudah harus siap bertanding sejajar di kancah persaingan global tanpa proteksi.
Persaingan di kandang sendiri akan segera menjadi realitas dengan disepakatinya ketentuan liberalisasi perdagangan di bidang jasa (GATS). Perundingan-perundingan untuk menuju proses tersebut mengalami kemajuan di beberapa kali pertemuan di Doha. Beberapa tahun ke depan perusahaan, konsultan dan pekerja asing di bidang jasa pendidikan, perbankan dan lembaga keuangan asing akan semakin terbuka di Indonesia. Perkembangan ini perlu diantisipasi oleh perusahaan lokal di industri tersebut dan diperhitungkan dampak positif dan negatifnya pada tiga aspek internal perusahaan di atas.
e. Pembangunan dan Perekonomian Nasional
Kinerja suatu perusahaan akan sangat dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah di bidang ekonomi, moneter, fiskal, perdagangan dan investasi. Perkembangan ekonomi di negara berkembang, seperti halnya di Indonesia dipengaruhi juga oleh ketajaman visi, misi dan strategi pembangunan yang dijalankan oleh rezim pemerintahan.
Kita perlu senantiasa memonitor gejolak perekonomian nasional tersebut karena faktor-faktor ini secara langsung dapat mempengaruhi realisasi pencapaian target bisnis plan, mutu business process dan pencapaian tolok ukur kinerja perusahaan secara berkelanjutan (sutainabled operation). Secara singkat, tingkat kesehatan perekonomian nasional itu sendiri banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor atau indikator ekonomi utama.
2. Indikator Ekonomi Utama Yang Menggambarkan Tingkat Kesehatan Perekonomian
a. Tingkat Inflasi dan Harga Kebutuhan Pokok dan BBM
b. Tingkat Bunga Simpanan dan Kredit
c. Defisit atau Surplus Neraca Perdagangan
d. Anggaran Belanja Pemerintah
e. Tingkat Tabungan Perusahaan/Perseorangan
f. Pendapatan Nasional / Daerah dan Daya Beli Konsumen
Tingkat inflasi merupakan variabel ekonomi terpenting yang secara langsung mempengaruhi kondisi daya beli konsumen dan struktur biaya produksi perusahaan. Keduanya akan mempengaruhi kalkulasi perolehan laba di suatu kluster usaha atau satu perusahaan tertentu. Disamping itu tingkat inflasi dapat mempengaruhi kalkulasi pembayaran pajak dari perusahaan.
Sedangkan perkembangan tingkat bunga perlu selalu dimonitor oleh perusahaan mengingat variabel ekonomi utama ini merupakan landasan atau barometer bagi kegiatan layak atau tidak layaknya suatu usaha (venture) dijalankan. Kemudian variabel lainnya yang perlu dimonitor adalah anggaran belanja pemerintah. Dunia bisnis di Indonesia pada umumnya sangat terkait dengan kegiatan investasi dan pola pengeluaran pembangunan pemerintah Indonesia, karena kegiatan investasi pemerintah acapkali dapat mempengaruhi kinerja perusahaan domestik pada bidang-bidang usaha tertentu.
Kegiatan perdagangan luar negeripun di hampir sebagian negara di dunia, termasuk di Indonesia, telah mengambil perannya yang penting dalam memperkokoh perekonomian nasional. Adanya peningkatan kegiatan perdagangan internasional secara langsung telah mempengaruhi laju pertumbuhan ekonomi nasional. Lebih lanjut peningkatan volume kegiatan ekspor disamping akan menambah devisa negara juga secara tidak langsung akan mempengaruhi alokasi sumber daya ekonomi pada kegiatan lanjutan di dalam negeri, khususnya dalam bidang pengelolaan kegiatan ekspor dan impor.
Disamping mengevaluasi perkembangan keempat variabel agregat di atas, pengusaha swasta nasional masih perlu selalu memonitor dan mengevaluasi dampak dari faktor ekonomi lainnya.
3. Indikator Ekonomi Lainnya yang Perlu Dimonitor
a. Deregulasi maupun regulasi pemerintah di sektor riil.
b. Restrukturisasi pasar modal, lembaga perbankan dan asuransi
c. Berbagai kebijakan promosi ekspor, investasi dan perdagangan dalam negeri
d. Upaya penyehatan BUMN melalui kebijaksanaan perencanaan, efisiensi dan permodalan, dan program privatisasi
e. Kebijakan moneter dan perbankan.
4. Berbagai Isu Non-Ekonomi Utama
Isu non-ekonomi utama yang perlu mendapatkan perhatian para pimpinan perusahaan cukup banyak ragamnya. Menurut penulis jenis ragam isu ini akan terus bertambah, mengingat kondisi dan perkembangan perekonomian negara kita yang masih akan bergejolak. Pengelompokan isu non- ekonomi secara tersendiri diperlukan mengingat karakter nya yang berbeda dengan permasalahan ekonomi.
Demikian juga dengan cara melakukan analisis dampaknya yang berbeda. Sebagian isu non-ekonomi beberapa tahun kemudian mungkin akan reda dan tidak lagi menjadi masalah yang perlu ditangani. Tetapi sebaliknya dia perlu ditangani secara serius mengingat efek bola saljunya yang baru timbul beberapa tahun kemudian.
5. Isu Politik dan Hukum
Berbagai isu dan permasalahan dalam bidang politik, hukum dan perundang-undangan yang secara minimal perlu diketahui dan dimengerti oleh para pelaku bisnis di negara kita mencakup hal-hal berikut ini:
a. Arah dan stabilitas politik dan keamanan.
b. Ancaman terorisme
.
c. Sistem politik yang dianut kabinet suatu pemerintahan.
d. Sikap politik masyarakat yang diarahkan pada industri tertentu seperti yang diatur oleh undang-undang ketenaga kerjaan dalam peraturan tentang ketentuan upah minimum, aksi mogok, dan penanganan tuntutan lainnya.
e. Kebijakan politik yang dinyatakan dalam kebijakan harga, program pemberian subsidi, peraturan dan etika permainan dalam berusaha.
f. Berbagai sistem perundang-undangan dan peraturan yang ditetapkan oleh lembaga tinggi negara yang mengatur berbagai aspek kegiatan ekonomi, teknis dan operasional.
g. Kegiatan politik menjelang pemilu, aktivitas partai, pola afiliasi politik .
h. Kegiatan dan platform politik dari beberapa partai politik utama dan peran lembaga swadaya masyarakat.
i. Sistem administrasi dan birokrasi yang dijalankan pemerintah pusat dan daerah, kebijakan otonomi dan desentralisasi daerah.
j. Hak azasi manusia dan perlindungan konsumen.
k. Kebebasan pers dan hak untuk mengemukakan pendapat
l. Pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme
m. Demokratisasi
Isu non-ekonomi dalam bidang politik dan keamanan di dalam negeri kita yang sempat mencuat kepermukaan, terutama semenjak negara kita memasuki era reformasi adalah: Konflik sosial di Ambon dan Aceh; teror ledakan bom; rebutan pengaruh antar partai politik; kebebasan pers dan media; masalah hak azasi manusia; keadilan dan masalah KKN; Sebagian dari isu tersebut sampai saat ini masih belum terselesaikan dan terkatung-katung dalam wacana debat publik yang hangat.
Berbagai isu dan peristiwa meletupnya konflik sosial di negara kita banyak terbukti telah mempengaruhi secara negatif perkembangan perekonomian negara kita. Misalnya, pertumbuhan ekonomi Indonesia yang turun ke tingkat rendah 3-4% pada periode 2002-2004 dipengaruhi oleh tingginya risiko politik di negara kita. Hal ini disebabkan antara lain karena belum terselesaikannya permasalahan keamanan di Maluku dan Aceh. Berikutnya, adalah dampak ledakan bom Bali yang selama beberapa tahun telah merongrong perkembangan kegiatan pariwisata di Indonesia, khususnya gerak perekonomian lokal di kawasan pulau Bali dan sekitarnya. Kelesuan ekonomi dan pengangguran di berbagai wilayah tanah air semakin meningkat dan belum tertangani sampai saat ini
.
Kita amati saja bagaimana kluster industri tekstil dan pakaian, industri sepatu, industri kulit, telah kehilangan daya saingnya di pasar global akibat meningkatnya biaya produksi mereka sejak PLN menaikan tarif listriknya dan dipenuhinya tuntutan para serikat pekerja dalam kenaikan upah. Faktor-non-ekonomi dalam banyak hal ternyata berperan dalam proses erosi penurunan daya saing perusahaan tradisional Indonesia.
BAB III
P E N U T U P
KESIMPULAN
1. Kondisi yang mendukung munculnya korupsi Konsentrasi kekuasaan di pengambila keputusan yang tidak bertanggung jawab langsung kepada rakyat, seperti yang sering terlihat di rezim-rezim yang bukan demokratik. Kurangnya transparansi di pengambilan keputusan pemerintah kampanye-kampanye politik yang mahal, dengan pengeluaran lebih besar dari pendanaan politik yang normal. Proyek yang melibatkan uang rakyat dalam jumlah besar. Lingkungan tertutup yang mementingkan diri sendiri dan jaringan "teman lama". Lemahnya ketertiban hukum. Lemahnya profesi hukum. Kurangnya kebebasan berpendapat atau kebebasan media massa. Gaji pegawai pemerintah yang sangat kecil.
Dalam sektor private, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Jadi, Hubungan antara etika bisnis dengan korupsi dalam hal ini adalah Etika bisnis menyangkut moral, kontak sosial, hak-hak dan kewajiban, prinsip-prinsip dan aturan-aturan. Sedangkan praktek korupsi adalah tindakan tidak bermoral dan beretika, dan merugikan banyak orang dalam dunia bisnis.
2. Prinsip sosial (the social argument) dimana hukum tidak mengatur kepentingan manusia sebagai perseorangan yang berdiri sendiri, terlepas dari manusia yang lain, tetapi hukum mengatur kepentingan manusia sebagai warga masyarakat. Jadi, manusia dalam hubungannya dengan manusia lain, yang sama-sama terikat dalam 1 (satu) ikatan kemasyarakatan. Dengan demikian, hak apapun yang diakui oleh hukum dan diberikan kepada perseorangan atau suatu persekutuan atau kesatuan itu saja, tetapi pemberian hak kepada perseorangan persekutuan/kesatuan itu diberikan, dan diakui oleh hukum, oleh karena dengan diberikannya hak tersebut kepada perseorangan, persekutuan ataupun kesatuan hukum itu, kepentingan seluruh masyarakat akan terpenuhi
Bila perusahaan-perusahan asing khawatir terhadap pembajakan dan dan penyebarluasan secara bebas atas HaKI, perusahaan-perusahaan tersebut akan menolak menanamkan modal atau mengalihkan teknologi, atau hanya akan memberikan atau bermutu rendah. Upaya untuk memperoleh teknologi akan semakin mahal jika pihak pemberi teknologi menaikkan biaya lisensinya untuk mengantisipasi kerugian potensial dari hilangnya kekayaan intelektual.
3. Praktik diskriminasi Apapun masalah yang terdapat dalam argumen-argumen yang menentang diskriminasi, tapi jelas bahwa ada alasan yang kuat untuk menyatakan bahwa diskriminasi adalah salah. Jadi, dapat dipahami bahwa peraturan hukum secara bertahap diubah dan disesuaikan dengan pertimbangan moral tersebut, dan bahwa dalam berbagai cara muncul pengakuan atas terjadinya bentuk-bentuk diskriminasi terhadap tenaga kerja.
Di antara tindakan-tindakan yang dinggap diskriminasi adalah sebagai berikut : Rekrutmen, Sceening (seleksi), kenaikan pangkat, kondisi pekerjaan dan PHK. Tindakan Afirmatif Semua kebijakan (tentang kesamaan memperoleh kesempatan) yang dibahas sejauh ini merupakan sarana untuk “membutakan” keputusan ketenagakerjaan terhadap aspek-aspek ras dan jenis kelamin. Semua kebijakan itu adalah negatif : semuanya bertujuan untuk mencegah diskriminasi lebih jauh.
4. Bahkan banyak perusahaan ini mengalami penurunan dalam kinerja usahanya hanya karena kesalahan dalam menafsirkan skenario dan asumsi pengaruh lingkungan luar. Memasuki era liberalisasi dan globalisasi pada abad ke 21, para pimpinan perusahaan tidak dapat mengabaikan begitu saja perubahan-perubahan yang terjadi di sekeliling mereka, terutama jika mereka ingin meraih kemenangan.
Rentetan peristiwa mengakibatkan lambatnya program pemulihan perekonomian nasional. Kepastian dan iklim berusaha mengalami erosi, dan risiko negara dan risiko berusaha menjadi semakin tinggi. Akhirnya dalam beberapa tahun kemudian terjadi peningkatan kasus penutupan dan kebangkrutan perusahaan
Faktor lingkungan ekonomi meliputi segala kejadian atau permasalahan penting di bidang perekonomian nasional yang dapat mempengaruhi kinerja dan kelangsungan hidup dari suatu perusahaan. Faktor ini meliputi juga kondisi perekonomian internasional dan perkembangan pasar suatu masyarakat perekonomian. Faktor lingkungan ekonomi nasional mencakup antara lain berbagai program pembangunan dan kebijakan pemerintah di bidang perekonomian serta arah dan target agregat ekonomi makro.
Sedangkan faktor lingkungan non-ekonomi merupakan peristiwa atau isu yang menonjol di bidang politik, keamanan, kehidupan penduduk, aspek sosial dan aspek budaya yang mempengaruhi roda kehidupan berusaha suatu perusahaan.
DAFTAR PUSTAKA
Prinsip National Treatment Hak Kekayaan Intelektual Dalam Pelanggaran Merek Asing Menurut Hukum Internasional Oleh : Ojita Aziziyah. http://download. portalgaruda.org/article.php?article=152469&val=4131&titl
e
http://ilyaszulhilmi.blogspot.co.id/2013/11/hubungan-antara-korupsi-dengan-etika.html
http://luphlydolphine.blogspot.co.id/2013/11/etika-bisnis-korupsi-dan-hubungan.html
http://akuntansi-warmadewa.blogspot.co.id/2013/05/bisnis-ethics-and-corporate-social.html
http://indra-unsyiah.blogspot.co.id/2009/01/bab-vii-etika-diskriminasi-pekerjaan.html
[…] https://mishbahulmunir.wordpress.com/2008/08/27/etika-bisnis-diskriminasi-pekerjaan-terhadap-wanita-1… […]
https://businessenvironment.wordpress.com/2006/10/04/business-environment-analysis-pemikiran-dan-konsep/
Comments
Post a Comment