Alas Pikir
Rasulullah dalam lingkup individu, rumah tangga, masyarakat dan bahkan dalam sebuah negara dan pemerintahan modern pertama di dunia adalah sempurna. Yang lebih mengagumkan lagi ialah pesona kepribadian Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang sempurna itu bukan hanya dirasakan semasa Beliau masih hidup, akan tetapi memancar cahaya dan pengaruhnya setelah Beliau wafat dan sampai akhir zaman dan menjadi keharusan bagi umat Islam untuk meneladaninya. Allah menjelaskan : “Sungguh ada dalam diri Rasulullah keteladanan yang terbaik bagi kalian, yakni bagi orang yang mengharapkan pertemuan dengan Allah dan hari akhir dan berzikir dengan banyak“ (Al-Ahzab : 21).
Sejarah mencatat Rasulullah Saw telah menanamkan kasih sayang dalam kepemimpinannya. Jelas bagaimana cara beliau memimpin, berinteraksi dan mendidik pengikutnya. Tak heran kejayaan Islam pertama dipegang oleh tokoh-tokoh yang tidak diragukan lagi kapasitasnya. Kita bisa melihat bagaimana ‘preman pasar’ semacam Umar bin Khattab yang kemudian menjadi kepala negara yang susah dicari tandingannya di masa sekarang atau Khalid bin Walid menjelma menjadi seorang panglima perang yang hanya seorang ‘jagoan kampung’ dan hamba sahaya semacam Salman Al Farisi yang sebelumnya hanya mengenal cara menanam dan merawat kurma di Madinah bisa menjadi gubernur yang sukses di Persia. Serta bagaimana pengembala kambing seperti Abdullah bin Mas’ud menjadi guru dan ahli tafsir Al Qur’an.
A. Rasulullah Saw sebagai Perencana (Planning)
Perencanaan adalah aktivitas memikirkan dan memilih rangkaian tindakan-tindakan yang tertuju pada tercapainya maksud-maksud dan tujuan pendidikan. Dan dalam proses perencanaan, terdapat beberapa tahap, yaitu: 1) identifikasi masalah, 2) perumusan masalah, 3) penetapan tujuan, 4) identifikasi alternatif, 5) pemilihan alternatif, dan 6) elaborasi alternatif.
Pendidikan Islam mempunyai kedudukan yang tinggi, ini dibuktikan dengan wahyu pertama yang disampaikan Rasulullah Saw bagi pendidikan. Beliau menyatakan bahwa pendidikan atau menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang, laki-laki dan perempuan. Rasulullah Saw diutus dengan tujuan untuk menyempurnakan akhlak manusia. Itulah yang menjadi visi pendidikan pada masa Rasulullah Saw.
Beberapa strategi yang dirumuskan Rasulullah Saw bersama para sahabatnya antara lain: 1) Pelaksanaan hijrah dilakukan pada waktu malam hari; 2) Jalur hijrah melewati jalan alternatif; 3) Saat berhijrah, para sahabat tidak membawa harta benda yang akan menimbulkan kecurigaan dari penduduk Mekkah; 4) Sebelum berangkat, harus dipastikan terlebih dahulu bahwa penduduk Madinah bersedia menerima para sahabat sebagaimana yang mereka nyatakan saat Perjanjian Aqabah I dan II.
Pada masa-masa awal dakwah Rasulullah Saw, tepatnya pada tahun kelima kenabian Rasulullah Saw menjadikan sebuah rumah milik al Arqam ibn al Arqam al Makhzumi sebagai tempat pertemuan beliau dengan para sahabatnya yang saat itu merupakan minoritas yang senantiasa dijadikan objek tekanan dan penindasan kaum kafir Quraisy.
Menurut analisis, setidaknya ada tiga alasan penting pemilihan rumah al Arqam, antara lain:
1. Al Arqam bernaung di bawah klan Bani Makhzum yang merupakan musuh tradisional Bani Hasyim. Dengan alasan ini, akan sangat sulit bagi kaum kafir membayangkan bahwa Rasulullah Saw yang datang dari klan Bani Hasyim justru menggunakan rumah anggota klan Bani Makhzum.
2. Saat itu usia al Arqam ibn al Arqam masih sangat belia, yakni baru berusia 16 tahun, sehingga anggapan kaum kafir akan sulit mengerti bagaimana sebuah rumah milik seorang anak muda belia akan dijadikan pusat dakwah oleh Rasulullah Saw.
3. Keislaman al Arqam masih belum diketahui siapapun kecuali oleh kalangan umat Islam saat itu saja.
B. Rasulullah SAW sebagai Pengorganisir (Organizing)
Istilah organisasi mempunyai dua pengertian umum, yang pertama pengorganisasian diartikan sebagai suatu lembaga atau kelompok fungsional. Kedua merujuk pada proses pengorganisasian yaitu bagaimana pekerjaan diatur dan dialokasikan diantara para anggota, sehingga tujuan organisasi itu dapat dicapai secara efektif.
Pada masa Rasulullah Saw dan awal Islam terdapat beberapa lembaga yang menjadi central pendidikan.
1. Dar Al Arqam
Rumah merupakan tempat pendidikan awal yang diperkenalkan ketika Islam mulai berkembang di Makkah. Rasulullah Saw menggunakannya sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat. Bilangan kaum Muslim yang hadir pada masa awal Islam ini masih sangat kecil, tetapi makin bertambah sehingga menjadi 38 orang yang terdiri dari golongan bangsawan Quraisy, pedagang dan hamba sahaya.
Di Dar al Arqam, Rasulullah Saw mengajar wahyu yang telah diterimanya kepada kaum Muslim. Beliau juga membimbing mereka menghafal, menghayati dan mengamalkan ayat-ayat suci yang diturunkan kepadanya.
2. Masjid
Fungsi masjid selain tempat ibadah, juga sebagai tempat penyebaran dakwah, ilmu Islam, penyelesaian masalah individu dan masyarakat, menerima duta-duta asing, pertemuan pemimpin-pemimpin Islam, bersidang, dan madrasah bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu khususnya tentang ajaran Islam.
Di dalam masjid, Rasulullah Saw mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya-jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari. Di antara masjid yang dijadikan pusat penyebaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Kufah, Masjid Basrah dan banyak lagi.
3. Al Suffah
Suffah dapat dilihat sebagai sebuah sekolah karena kegiatan pengajaran dan pembelajaran dilakukan secara teratur dan sistematik. Contohnya Masjid Nabawi yang mempunyai suffah yang digunakan untuk majelis ilmu. Lembaga ini juga menjadi semacam asrama bagi para sahabat yang tidak atau belum mempunyai tempat tinggal permanen. Mereka yang tinggal di suffah ini disebut Ahl al Suffah.
4. Kuttab
Kuttab didirikan oleh bangsa Arab sebelum kedatangan Islam dan bertujuan memberi pendidikan kepada anak-anak. Namun demikian, lembaga pendidikan tersebut tidak mendapat perhatian dari masyarakat Arab.
Rasulullah Saw sangat menyadari pentingnya kemampuan membaca dan menulis. Ketika perang Badar usai, terdapat sekitar 70 orang Quraisy Makkah menjadi tawanan. Rasulullah meminta masing-masing mereka mengajari 10 orang anak-anak dan orang dewasa Madinah dalam membaca dan menulis sebagai salah satu syarat pembebasan mereka. Dengan demikian, dalam kesempatan ini 700 orang penduduk Madinah berhasil dientaskan dari buta huruf. Angka ini kemudian terus membesar ketika masing-masing mereka mengajarkan kemampuan tersebut kepada yang lain.
C. Rasulullah Saw sebagai Pengembang Staf (Staffing)
Pengembangan staf (staffing) ini meliputi juga pengkaderan dan pendelegasian wewenang. Pengkaderan ini Rasulullah Saw lakukan terhadap beberapa orang sahabat yang beliau didik dalam keagamaan. Beliau juga mendelegasikan wewenang kepada beberapa orang sahabat yang telah diberinya ilmu yang mencukupi untuk menyampaikan dan mengajarkan ajaran Islam kepada mereka yang belum atau baru saja memeluk agama Islam.
Rasulullah Saw pernah mendelegasikan atau mengutus beberapa orang sebagai delegasi. Misalnya: Ja’far bin Abu Thalib diutus untuk memimpin kaum muslim yang hijrah ke Etiopia (Habasyah) dan menghadap kepada raja Negus.
Selain mengutus Ja’far bin Abu Thalib, Rasulullah Saw juga pernah mendelegasikan Mus’ab bin Umair ke Madinah (Yastrib) sebelum kaum muslim Mekkah hijrah ke Madinah, dengan tugas mengajarkan al Qur’an kepada mereka dan berbagai pengetahuan lainnya mengenai agama Islam. Pembinaan dan pendelegasian wewenang ini cukup efektif karena pada gilirannya mereka juga akan membentuk kader mereka sendiri-sendiri sehingga ajaran Islam semakin luas syiarnya.
D. Rasulullah Saw sebagai Pemimpin (Leading)
Rasulullah Saw adalah al Qur’an yang hidup (the living Qur’an). Artinya, pada diri Rasulullah Saw tercermin semua ajaran Al-Qur’an dalam bentuk nyata. Beliau adalah pelaksana pertama semua perintah Allah dan meninggalkan semua larangan-Nya.
Sekolah atau sistem pendidikan Rasulullah Saw belum mengeluarkan pengakuan kelulusan melalui gelar atau ijazah. Nilai tertinggi murid-murid Rasulullah Saw terletak pada tingkat ketakwaan. Ukuran takwa terletak pada akhlak dan amal shaleh yang dilakukan oleh masing-masing sahabat. Dengan demikian, output sistem pendidikan Rasulullah Saw adalah orang yang langsung beramal dan berbuat dengan ilmu yang didapat karena Allah. Dengan sistem pendidikan yang demikian dan kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh para sahabat maka lahirlah generasi yang dikenal sebagai salafusshalih yang disebut-sebut sebagai generasi Islam terbaik.
Salah satu bukti kepemimpinan yang dikemukakan oleh para ‘guru’ kepemimpinan dan manajemen modern terdapat pada diri Rasulullah Saw. Misalnya, sifat-sifat dasar kepemimpinan menurut Warren Bennis, sebagai berikut:
1. Guiding Visoner (visioner). Rasulullah Saw sering memberikan berita gembira mengenai kemenangan dan keberhasilan yang akan diraih pengikutnya dikemudian hari. Visi yang jelas ini mampu membuat para sahabat tetap sabar dan tabah meskipun perjuangan dan rintangan begitu berat.
2. Passion (berkemampuan kuat). Berbagai cara yang dilakukan musuh-musuh Rasulullah Saw untuk menghentikan perjuangan beliau tidak berhasil.
Beliau tetap sabar, tabah, dan sungguh-sungguh.
3. Integrity (integritas). Rasulullah Saw dikenal memiliki integritas yang tinggi, berkomitmen terhadap apa yang dikatakan dan diputuskannya, dan mampu membangun tim yang tangguh.
4. Trust (amanah). Rasulullah Saw dikenal sebagai orang yang sangat dipercaya (al Amin) dan ini diakui oleh sahabat-sahabat bahkan musuh-musuh beliau, seperti Abu Sufyan ketika ditanya Hiraklius (kaisar Romawi) tentang perilaku Rasulullah Saw.
5. Curiosity (rasa ingin tahu). Hal ini terbukti bahwa wahyu pertama yang diturunkan adalah perintah untuk belajar (iqra’).
6. Courage (berani). Kesanggupan memikul tugas kerasulan dengan segala resiko adalah keberanian yang luar biasa.
E. Rasulullah Saw sebagai Pengawas (Controlling)
Controlling atau pengawasan adalah proses pengawasan kinerja sebuah organisasi. Caranya, dengan mengevaluasi rencana awal dan kenyataan yang terjadi. Kalau ditemukan masalah, langkah-langkah perbaikan bisa dilakukan dengan cepat dan tepat. Oleh karena itu, dalam setiap pengawasan harus dibarengi dengan proses pemilihan solusi penyelesaian masalah (problem solving) yang terbaik. Dengan kata lain, pengawasan bersifat membimbing dan membantu mengatasi kesulitan dan bukan mencari kesalahan.
F. Sisi Manajemen dan Leadership Rumah Tangga
Penerapan manajamen dan leadership di rumah tangga Beliau sangatlah unik sehingga tidak terlihat menjadi bos besar yang setiap saat dan detik wajib dilayani istri dan pelayan yang banyak sebagaimana halnya para pemimpin dunia lainya. Manajemen dan leadership yang beliau terapkan sangatlah sederhana, namun sangat menyentuh sisi kemanusiaan para istri Beliau secara alami (fitrah) sehingga seakan Beliau adalah suami biasa dan tidak terlihat sedikitpun ketinggian, apalagi keangkuhan dalam dirinya.
Beberapa kasus berikut dapat menjelaskan hal tersebut sebagai sebuah fakta kehidupan rumah tangga Rasulullah yang aplikatif, bukan hanya sekedar nilai dan teori-teori kebaikan.
1. Rasulullah meletakkan bibirnya di tempat yang sama dengan bibir Aisyah dari gelas bekas Aisyah minum dan meminum sisa air minuman Aisyah. (Riwayat Muslim).
2. Rasullah bersandar di pangkuan Aisyah sedangkan ia sedang haidh. (Riwayat Muslim).
3. Rasulullah meminta Aisyah menyisirkan rambutnya dan memotong kukunya. (Riwayat Muslim)
4. Rasulullah sering menghirup udara malam (piknik) bersama Aisyah di malam hari. (Riwayat Al-Bukhari)
5. Rasulullah tertawa mendengar candaan istrinya. (Riwayat Al-Bukhari)
6. Rasulullah sering membantu istrinya menyiapkan keperluan rumah tangga. (Riwayat Al-Bukhari), dll
G. Kepemimpinan Etika Berlandaskan Nabi Muhammad
Kepemimpinan etika adalah kelakuan memimpin yang bersandarkan nilai-nilai etika dan menghasilkan kebaikan untuk semua pihak berkepentingan. Trevino (2000) mencadangkan kepemimpinan etika terdiri dari dua faktir utama yaitu pemimpin sebagai pengurus moral (moral manage). Menelusuri watak Nabi Muhammad SAW dalam skop model yang disarankan oleh Trevino didapati karakter sebagai manusia bermoral dan pengurus moral telah terujud dalam diri Rasulullah SAW. Justru watak Rasulullah boleh dijadikan model terbaik dalam mengoperasikan konsep kepemimpinan etika.
Sifat jujur dan amanah dalam diri seorang pemimpin akan menjadikan sesuatu autoriti dan sumber yang diamanahkan selamat daripada disalahgunakan atau diselewengkan. Ciri merendah diri akan menjadikan seorang pemimpin dekat dengan pekerja (pengikutnya) dan dapat memahami sesuatu masalah dengan baik. Sifat lemah lembut, pemaaf, dan tidak pemarah menjadikan pemimpin senang didekati, dihormati, berorientasikan mencari penyelesaian dan bukan mencari salah dalam menangani sesuatu isu berbangkit serta ttdk berdendam dengan pekerja. Amalan seperti Syura akan meningkatkan komitmen dan rasa penghargaan diri dalam diri pekerj. Justru, seorang pemimpin yang mau melaksanakan kepemimpinan beretika perlu terlebih dahulu menjadikan diri mereka sebagai orang erakhlak dengan mencontoh akhlak Nabi Muhammad yang sempurna.
Elemen pengurus moral yang terdapat pada diri Rasulullah dapat dirumuskan sebagai peranan menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar maaruf nahi mungkar). Seorang pemimpin etika perlu berusaha berterusan menggalak dan membina budaya etika di kalangan ahli organisasi melalui program berasaskan pendidikan rohani. Ini kerana melalui iman yang teguh, seseorang akan dapat merasakan perkaitan hubungan dengan Pencipta dan mengubah persepsi melakukan sesuatu semata-mata kerana tuntutan pekerjaan. Sebaliknya, pekerja mampu mengaitkan setiap perbuatan dengan hubungan ketuhanan. Sehubungan itu, mekanisme kawalan kendiri yang berteraskan sumber dalaman setiap individu dapat direalisasikan. Oleh yang demikian, seorang pemimpin yang mahu melaksanakan kepemimpinan etika perlu menggalakkan amalan nilai-nilai murni dan menyediakan persekitaran yang merangsang pilihan kelakuan yang beretika di kalangan ahli, seperti merangka sistem penilaian prestasi dan imbuhan yang menggalakkan kelakuan etika ahli, program pendidikan jiwa yang berterusan dan kepimpinan berteladan.
Berbeda dengan model Trevino et al. (2000), binaan model kepemimpinan etika berteraskan watak Rasulullah SAW telah mewujudkan elemen berkaitan hablun min Allah (hubungan dengan Allah). Model Trevino et al. (2000) hanya terhadap kepada hablun min al-nas (hubungan dengan manusia) yang menuntut seorang pemimpin etika untuk menjadi manusia bermoral dan pengurus moral. Elemen ubudiyyah, yang dilambangkan oleh sifat zuhud, tawaduk dan takwa kepada Allah, menjadi faktor utama yang mendorong pemimpin berperanan sebagai manusia bermoral dan pengurus moral secara konsisten. Ini karena, bagi memotivasikan kemahuan bertindak sebagai manusia bermoral dan pengurus moral, satu penaakulan moral (moral reasoning) tertentu diperlukan. Penaklukan moral bermaksud memberi alasan (justifikasi) bagi memandu pilihan tindakan moral individu. Menurut Kohlberg, kualiti alasan moral berkembang seiring dengan tahap pembangunan moral yang dialami individu (Velasquez 2002). Individu yang mencapai tahap pembangunan moral yang tinggi akan memilih perlakuan etika secara konsisten. Ini disebabkan pilihan perlakuan tersebut disandarkan kepada ‘alasan’ yang matang dan tinggi kualitasnya.
Terdapat tiga tahap asas dalam pembangunan moral manusia yaitu (Velasquez 2002):
1. Tahap pertama: Pra-konvensional
Pada tahap pra-konvensional, motif moral individu berada pada tahap yang paling rendah. Pilihan untuk mengamalkan etika karena semata-mata takut hukuman atas pihak atasan yang lebih berkuasa.
2. Tahap Kedua: Konvensional
Pada peringkat ini, individu mencapai tahap alasan yang lebih matang. Kelakuan etika dilakukan sebagai menunjukkan kesetiaan dan kepatuhan kepada norma-norma yang dikehendaki oleh kumpulan.
3. Tahap Ketiga: Pasca Konvensional
Pada peringkat ini individu mencapai tahap alasan yang paling tinggi nilai kematangan moralnya. Pilihan perlakuan etika dilakukan semata-mata karena ia adalah prinsip sejagad yang betul untuk dilakukan tanpa bersandar kepada sembarang alasaan lain.
Elemen ubudiyyah adalah alasan yang melampaui sempadan tahap pasca konvensional. Ini karena ubudiyyah melibatkan perasaan sadar tentang kedudukan diri yang sangat rendah berbanding satu kuasa yang lebih tinggi (Pencipta). Ia tidak hanya berdasarkan alasan sejagat sebaliknya ia adalah alasan berkaitan hubungan manusia dan Tuhannya. Oleh yang demikian, ubudiyyah ialah satu alian yang memiliki kualitas tinggi dan mendorong individu untuk beretika secara konsisten. Ubudiyyah menyediakan jawaban sempurna bagi persoalan seperti ‘mengapa individu perlu beretika, apa yang individu dapat dengan bertindak etika dan mengapa perlu mendorong orang lain menjadi etika’. Motif tindakan moral individu akan dikaitkan secara langsung kepada tujuan mengekalkan hubungan baik dengan Tuhan. Sehubungan itu, kepemimpinan etika syumul yang merangkumi hablun min Allah dan hablun min al-nas dapat diwujudkan dan dikonsep semula sebagai kepemimpinan amar-makruf nahi-mungkar berasaskan prinsip kehambaan kepada Tuhan. Kepemimpinan amar-makruf nahi-mungkar adalah kepemimpinan:
1. Berasaskan rasa ubudiyyah yang tinggi terhadap Pencipta;
2. Mendidik manusia menjadi manusia (sama ada pihak yang memimpin atau dipimpin) yang baik. Pihak pemimpin perlu mengekalkan diri sebagai manusia berakhlak dan menjadi contoh pertama kepada setiap amalan mulia dalam organisasinya. Pemimpin juga perlu mendidik pengikut (ahlinya) secara berterusan untuk menjadi manusia yang baik;
3. Menghindari kemungkaran (kejahatan). Pemimpin perlu sentiasa menjauhi diri daripada perkara kejahatan (mungkar) dan mewujudkan persekitaran (keadaan) organisasi yang dapat menghindar pengikut (ahlinya) daripada melakukan kejahatan; dan Menghasilkan natijah (output) yang baik untuk semua pihak dan meliputi faedah di dunia dan akhirat.
Model kepemimpinan etika berlandaskan sirah Nabi Muhammad adalah sumbangan kepada usaha islamisasi ilmu pengetahuan, iaitu dengan mengembalikan ilmu kepada asas tauhid. Justeru pengkaji akan datang disarankan agar menguji model secara empirikal dan membuat perbandingan impak kepemimpinan daripada dua model berbeza (model barat dan model Islam). Pengkaji akan datang juga disarankan mengguna-pakai kerangka konsep yang dibincangkan bagi membina instrumen mengukur konsep kepemimpinan etika terutama dalam kajian-kajian yang melibatkan unit analisis organisasi atau individu Muslim.
H. Nabi Muhammad Sebagai Hamba Taat Moral
Sifat diri nabi selalu kepada perlakuan terpuji sesama manusia, sebaliknya meliputi ciri yang menjadikan baginda sentiasa terikat kepada Penciptanya. Sifat zuhud, taqwa dan tawadduk adalah sifat diri yang meletakkan diri baginda sebagai hamba Allah yang sangat taat (ubudiyyah) (‘Aidh 2010; Muh. Alwy 2002).
Sifat diri nabi tidak terhad kepada perlakuan terpuji sesama manusia, sebaliknya meliputi ciri yang menjadikan baginda sentiasa terikat kepada Penciptanya. Sifat zuhud, taqwa dan tawadduk adalah sifat diri yang meletakkan diri baginda sebagai hamba Allah yang sangat taat (ubudiyyah) (‘Aidh 2010; Muh. Alwy 2002).
Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari:
Kami tidak pernah mewariskan kekayaan. Segala harta benda yang kami tinggalkan adalah sebagai sedekah
Sifat tawaduk ialah rasa malu dan sentiasa mengagungkan Allah disebabkan sangat mengenali kehebatan Allah. Seseorang yang tawaduk akan memandang ringan dan remeh segala kehebatan dunia seperti pangkat, harta, status dan kedudukan disebabkan kesedaran tinggi tentang kehebatan Allah. Sifat tawaduk yang ada pada diri Nabi Muhammad SAW telah menyebabkan baginda sentiasa berbelas kasihan dan melayan baik orang-orang yang lemah, bersahabat dengan rakyat jelata tanpa melihat perbedaan taraf, bergaul mesra dengan masyarakat termasuk fakir miskin dan mengamalkan cara hidup yang sederhana (low profile).
Sifat takwa bermaksud rasa takut terhadap Allah dan didorong juga oleh kenalnya seseorang kepada Tuhannya. Hal yang demikian dijelaskan oleh Nabi dalam sabda yang diriwayatkan daripada Al-Bukhari dari Aisyah:
Sesungguhnya orang yang paling bertakwa dan orang yang paling mengetahui Allah itu adalah aku.
Rasa takwa akan mendorong individu untuk memilih perlakuan yang diizinkan Allah dan meninggalkan segala yang ditegahNya. Menurut Anas bin Malik, Nabi pernah berkhutbah menyatakan “sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya akan sedikit tertawa dan banyak kalian menangis…syurga dan neraka telah diperlihatkan dengan jelasnya kepadaku, maka tak pernah aku mengalami hari sebaik tapi juga seburuk hari ini, kalau sekiranya kalian mengetahui apa yang aku ketahui, nescaya kalian akan sedikit tertawa dan banyak menangis…”
I. Karakteristik Kepemimpinan Rasulullah
Kepemimpinan Rasulullah memiliki berbagai macam kelebihan, keunikan dan ciri khas yang sangat meonjol dibandingkan gaya pemimpin lainnya, seperti yang diungkapkan oleh G. Hart bahwa dengan karekteristik tersebut Hart memasukkan rasulullah sebagai orang nomor satu yang paling berpengaruh di Dunia. Bahkan dalam segala aspek kehidupan Rasulullah selalu unggul. Tidak ada di dunia ini pemimpin yang ucapan, perkataan dan perbuatannya dibukukan hingga berjilid-jilid banyaknya seperti Rasulullah.
1. Ketuhanan
Ciri utama dan pertama dari kepemimpinan Rasulullah adalah manajemen yang didasarkan oleh nilai-nilai yang diajarkan oleh Allah SWT. Nilai-nilai yang dihimpun selama 22 tahun 2 bulan 22 hari. Yang kemudian dikenal dengan nama Al-Qur’an.
Turunnya Al-Qur’an secara bertahap inilah yang kemudian menjadi panduan Rasulullah dalam mengelola dakwahnya. Memeberikan arahan dan pedoman untuk mewujudkan visi Islam di muka bumi seperti dalam Al-qur’an “ Dialah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benar agar Dia menenangkannya di atas segala agama-agama meskipun orang musrik membenci. ( Ash-shaf: 9)
Inilah visi dakwah Rasulullah menjadi pemenang dalam masalah agama. Yaitu dalam kalimat tauhid, aqidah, penyembahan dan pengabdian yang benar kepada Allah.
Visi lainnya yaitu menjadikan Rasulullah pemenang dalam masalah keduniaan, sehingga Islam dan ummatnya menjadi winner dan champion sejati. Menjadi sebaik-baik umat dan sebaik-baik makhluk (khoirul bariyah) dimuka bumi.
Namun Allah Juga mengajarkan kepada Rasulullah visi yang konprehensif yaitu visi untuk menjadi champion di dunia dan akhirat seperti firman Allah : “ Dan diantara mereka ada orang yang berdoa: “ Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebakan di akhirat dan peliharalah kami dari siksa api neraka.” (Al-Baqarah: 201)
Visi yang bernafaskan keTuhanan inilah yang menjadikan kepemimpinan Rasulullah sukses secara gemilang dalam segala aspek kehidupan. Baik dalam aspek agama, moral, ekonomi, pemikiran, militer, sosial, seni dan budaya. Baik masalah pribadi, keluarga, masyarakat, Negara hingga hubungan international.
2. Universal
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang menyeluruh baik sisi waktu maupun tempat. Sehingga kepemimpinan Raslullah dapat diterapkan dimana saja, kapan saja dan oleh siapa saja.
a. Seorang guru dapat mencontoh Rasulullah dalam mengelola murid-muridnya, karena kepemimpinan Rasulullah terbukti menghasilkan murid-murid yang luar biasa semisal Abu Bakar, Umar, Ustman dan Ali.
b. Seorang jenderal dapat mencontoh kepemimpinan Rasulullah dalam melahirkan prajurit-prajurit yang hebat semacam Khalid bin Walid dan Usamah.
c. Seorang ilmuwan dapat mencontoh Rasulullah dalam melahirkan ilmuwan dan para pemkir ulung, semisal Umar yang terkenal dengan ijtihat-ijtihatnya yang brilian, Abu Hurairah dengan kekuatan hafalannya dalam mengumpulkan hadis.
d. Dalam mendidik manusia sederhana, wara’ (hati-hati), tawadu’ (rendah hati) kita tempatkan pada murid-murid Rasulullah lainnya. Semisal Abu Dzar Al-Ghifari, Ali, Bilal, dan Abdullah umi maktum.
Hampir 100 persen murid-murid Rasulullah yaitu para sahabat memiliki karekteristik yang unik dan bersejarah berkat kepiawaian beliau dalam memimpin umatnya
3. Humanis
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang humanis yaitu kepemimpinan yang sesuai dan selaras dengan kehidupan manusia. Karena Rasulullah adalah manusia biasa. Sehingga semua sikap, perilaku dan prestasinya dapat kita contoh. Dalam firman Allah disebutkan: “ Katakanlah; Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku, “ Bahwa sesungguhnya Tuhan kamu itu adalah Tuhan yang Esa”. Barang siapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, maka hendaklah ia mengerjakan amal saleh dan janganlah ia mempersekutukan seseorang pun dalam beribadah kepada Tuhannya. (al-Kahfi: 110)
Pernah suatu kali seorang nenek datang kepada Rasulullah dan mohon agar ia masuk surga bersama Rasulullah. Nabi menjawab, “Wahai hamba Allah, sesungguhnya surga tidak bisa dimasuki oleh orang tua,”Langsung saja nenek tersebut pergi sambil menagis. Kemudian Rasulullah memanggilnya dan berkata, “ Engkau tidak masuk surga dalam keadaan tua bangka, sebab Allah akan membangkitkan kembali para wanita tua dalam usia yang masih muda.”
4. Relistis
Adanya asbabun nuzul ini membuktikan bahwa ayat Al-Qur’an turun berkaitan dengan kehidupan riil Rasulullah dan sahabatnya dalam menjawab berbagai permasalahan kehidupan.
Contohnya adalah sebab turunnya surat Al-Lahab yang berkenaan dengan Abu Lahab. “ Dalam suatu riwayat dikemukakan bahwa suatu ketika Rasulullah naik ke bukit Shafa sambil berseru: “Mari berkumpul pada pagi hari ini!” maka berkumpullah kaum Quraisy. Rasulullah bersabda: “Bagaimana pendapat kalian, sendainya aku beritahu bahwa musuh akan datang besok pagi atau petang, adakah kalian percaya padaku?” kaum quraisy menjawab: “Pasti kami percaya.” Rasulullah bersabda:” Aku peringatkan kalian bahwa siksa Allah yang dahsat akan datang.” Berkata abu Lahab:”Celakalah engkau! Apakah hanya untuk ini, engkau kumpulkan kami?” Maka turunlah ayat ini berkenaan dengan peristiwa yang melukiskan bahwa kecelakaan itu akan terkena kepada orang yang menfitnah dan menghalang-halangi agama Allah. (HR. Al-Bukhari dan lainnya yang bersumber dari Ibnu Abbas).
5. Harmonis
Dalam kisah perang Badar pasukan Rasulullah yang berjumlah 300 orang dengan peralatan yang sederhana, namun mampu mengalahkan pasukan quraisy yang berjumlah tiga kali lipat dengan berbagai peralatan perang yang canggih.
Ternyata Rasulullah sangat memahami bahwa kekuatan intelektual adalah faktor yang paling menentukan dalam perang maupun kerja. Karena itulah Rasulullah lebih memprioritaskan pembinaan personil dari pada unsur-unsur manajemen lainnya. Kemudian unsur-unsur itu diramu menjadi suatu kekuatan yang dahsyat.
6. Berkeadilan
Yang dimaksud dengan keadilan yaitu memberikan tugas, hak, kewajiban dan kewenangan sesuai dengan kompetensi, kapasitas, kapabilitas, hak dan kewajibannya.
Rasulullah adalah manusia yang paling adil dalam memperlakukan pengikutnya. Bahkan terhadap musuh, hewan dan tumbuhan sekalipun. Sebagi contoh perkataan Rasulullah “Sekiranya Fathimah binti Muhammad mencuri maka saya akan potong tangannya.”
7. Mudah
Kepemimpinan Rasulullah adalah kepemimpinan yang mudah. Tidak rumit dan tidak memberatkan dan tidak berlebihann. Karena semuanya telah diukur dan di format sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas manusia.[15] Apapun jabatan saat ini, maka dapat diambil kemudahan dari kepemimpinan Rasulullah, seperti perkaan beliau “ Permudahlah wahai saudaraku, jangan engkau persulit.”
Itulah ruh dan inti kepemimpinan Rasulullah yaitu dalam rangka memberikan kemudahan dan memberi kabar gembira kepada umatnya karena itulah kepemimpinan Rasulullah sangat compatible dengan fitrah manusia
8. Dinamis
Dinamika Kepemimpinan Rasulullah ini berkaitan dengan banyak sisi kehidupan. Mulai dari masalah keluarga, agama hingga masalah Negara. Dalam peperangan misalnya Rasulullah melakukan 62 kai peperangan. Dengan rincian 35 kali peperangan yang dilakukan oeh pasukan Rasulullah tampa kehadiran beliau. Dan 27 kali peperangan dihadiri oleh beliau langsung, 9 diantaranya beliau yang menjadi panglima perang.
Dalam kondisi yang seperti itu tentu dibutuhkan seorang pemimpin yang dinamis. Karena sebagai kepala Negara, Rasulullah bukan hanya berperang, namun juga mengurus pendidikan, mendidik dan membina istri, menantu, cucu dan para sahabat. Beliau juga harus mengurus anak yatim, membangun ekonomi dan masyarakat Islam agar menjadi rahmat bagi semesta alam.
Rasulullah adalah pemimpin Hebat dan sukses disegala bidang seperti halnya diungkapkan oleh J.G. Schott “Orang-orang Arab dulunya bercerai-berai, berpecah belah, setelah dipimpin oleh Muhammad dapat menjadi golongan yang bersatu. Ada juga ungkapan dari Amanual D.S., “Hanya dia (Muhammad) itulah yang mengajarkan kemanusiaan orang-orang Eropa dengan kitabnya yang bernama Al-Qur’an.
J. Moral Kepemimpinan Rasulullah
Sejak pengujung abad yang lalu hingga sekarang, diskursus mengenai pemimpin atau kepemimpinan mencuat ke permukaan. Ada dua penyebabnya. Pertama, banyak pemimpin dalam berbagai bidang terlibat pelanggaran moral. Kedua, mungkin karena usianya yang makin menua, dunia kita sekarang tak kuasa lagi melahirkan pemimpin-pemimpin besar (great leader) seperti pada masa-masa terdahulu.
Kenyataan ini dikeluhkan oleh Jeremie Kubicek (2011) dalam bukunya yang kontroversial, “Leadership is Dead: How Influence is Riviving it” (kepemimpinan telah mati: bagaimana pengaruh yang merupakan inti kepemimpinan bisa dihidupkan kembali). Dikatakan, pemimpin sekarang lebih banyak menuntut (getting), bukan memberi (giving), menikmati (senang-senang), bukan melayani (susah-payah), dan banyak mengumbar janji, bukan memberi bukti.
Dalam fikih politik Islam, moral yang menjadi dasar kebijakan dan tindakan pemimpin adalah kemaslahatan bangsa. Dikatakan tasharruf al-imam `ala al-ra`iyyah manuthun bi al-mashlahah (tindakan pemimpin atas rakyat terikat oleh kepentingan atau kemaslahatan umum). Jadi, pemimpin wajib bertindak tegas demi kebaikan bangsa, bukan kebaikan diri dan kelompoknya semata.
Kaidah ini diturunkan dari moral kepemimpinan Nabi SAW seperti disebutkan dalam Alquran. Firman Allah, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS al-Taubah [9]: 128).
Tiga sifat (moral) kepemimpinan Rasulullah berdasarkaan ayat tsb.
1. Pertama, azizin alaihi ma anittum (berat dirasakan oleh Nabi penderitan orang lain).
Dalam bahasa modern, sifat ini disebut sense of crisis, yaitu kepekaan atas kesulitan rakyat yang ditunjukkan dengan kemampuan berempati dan simpati kepada pihak-pihak yang kurang beruntung. Secara kejiwaan, empati berarti kemampuan memahami dan merasakan kesulitan orang lain. Empati dengan sendirinya mendorong simpati, yaitu dukungan, baik moral maupun material, untuk mengurangi derita orang yang mengalami kesulitan.
2. Kedua, harishun `alaikum (amat sangat berkeinginan agar orang lain aman dan sentosa).
Dalam bahasa modern, sifat ini dinamakan sense of achievement, yaitu semangat yang mengebu-gebu agar masyarakat dan bangsa meraih kemajuan. Tugas pemimpin, antara lain, memang menumbuhkan harapan dan membuat peta jalan politik menuju cita-cita dan harapan itu.
3. Ketiga, raufun rahim (pengasih dan penyayang).
Allah SWT adalah Tuhan Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Nabi Muhammad SAW adalah juga pengasih dan penyayang. Orang-orang beriman wajib meneruskan kasih sayang Allah dan Rasul itu dengan mencintai dan mengasihi umat manusia. Kasih sayang (rahmah) adalah pangkal kebaikan. Tanpa kasih sayang, sulit dibayangkan seseorang bisa berbuat baik. Kata Nabi,“Orang yang tak memiliki kasih sayang, tak bisa diharap kebaikan darinya.”
Bagi ulama besar dunia, Rasyid Ridha, tiga moral ini wajib hukumnya bagi pemimpin. Karena, tanpa ketiga moral ini, seorang pemimpin, demikian Ridha, bisa dipastikan ia tidak bekerja untuk rakyat, tetapi untuk kepentingan diri, keluarga, dan kelompoknya saja. Maka, betapa pentingnya moral pemimpin.
Kesimpulan
1. Rasulullah telah melaksanakan prinsip-prinsip manajemen jauh sebelum negara Eropa mengenal dan melaksanakan prinsip tersebut, prinsip manajemen yang dijalankan Rasulullah tersebut adalah Perencanaan, Pengorganisasian, Pengembangan Staf, Kepemimpinan, Pegawasan.
2. Kepemimpinan etika berlandaskan Nabi Muhammad merupakan Elemen pengurus moral yang terdapat pada diri Rasulullah dapat dirumuskan sebagai peranan menyuruh kebaikan dan mencegah kemungkaran (amar maaruf nahi mungkar). Seorang pemimpin perlu berusaha berterusan menggalak dan membina budaya etika di kalangan ahli organisasi melalui program berasaskan pendidikan rohani.
3. Karakteristik kepemimpinan Rasululah, yaitu ketuhanan, universal, humanis, realistis, harmonis, berkeadilna, mudah, dinamis
4. Moral kepemimpinan Rasulullah yaitu azizin alaihi ma anittum, harishum alaikum, raufun rahim
DAFTAR PUSTAKA
https://adnantandzil.blogspot.com/Manajemen-kepemimpinan-Rasulullah
http://www.eramuslim.com/editorial/manajemen-dan-leadership-rasulullah-saw-1.htm#.UzuAwj-Sxw8.
http://mahluktermulia.wordpress.com/2010/12/05/manajemen-rasulullah-saw-dalam-bidang-pendidikan/
http://www.ukm.my/jhadhari/makalah/v3n22011/makalah-v3n2-n2.pdf
http://edysutrisno.blogspot.com/2011/09/makalah-model-kepemimpinan-nabi.html
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/hikmah/12/03/15/m0wptb-inilah-tiga-moral-kepemimpinan-rasulullah-saw.
Comments
Post a Comment