Budi Jembatan Maros
“
Si Budi Kecil” Jembatan Maros.
Hari Kemerdekaan tentunya memberikan kesan yang berbeda bagi setiap Rakyat indonesia. Mungkin ada yang bersyukur, menghormati dan menghargai jasa-jasa para pahlawan, menyerukan agar memelihara dan menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, mungkin juga ada yang menangis terharu ataukah sedih karena belum mampu merasakan kemerdekaan. Tetapi apapun itu, itulah rasa Kemerdekaan yang tak bisa lagi ditawar-tawar, dimanipulasi ataukah di bumbui agar berubah rasa, apalagi disandiwarakan dengan penuh kebohongan. Itulah kabar yang sempurna dihari kemerdekaan bahwa rakyat belum sepenuhnya bahagia yang sekaligus memberikan sinyal bahwa kemerdekaan masih membutuhkan perjuangan yang lebih keras agar hanya menyisakan kata “Manis” ditahun depan.
Salah satu rasa kemerdekaan contohnya yang dialami Budi (nama samaran). Ia dan teman-temannya tinggal di tanggul kota maros yang pinggiran sungainya tak terpancang lunas. Setiap hari ia mencari kerang di dasar sungai, kemudian menjualnya sendiri diatas trotoar jembatan Kota Maros. Jiwa kewirausahaannya terlihat mapan seakan konsep Nasional (Petik, Olah, Jual) Menteri pertanian Bpk Andi Amran Sulaiman yang berawalan Doktor itu sudah kenyang dilahapnya. Ia seakan mengabarkan kepada saya bahwa mental kemandirian sudah mampir ke otaknya yang seumuran EsEmPe itu.
Jika gak percaya, cobalah sesekali lewat jembatan dekat Polres maros. Mampirlah diujung jembatan membeli Pilsbryoconcha exilis, dalam bidangnya ia dikenal bereksistensi pada golongan Molusca, atau orang tanggul kota maros sebut dengan kerang Baya’-Baya’ yang bercangkang hitam.
Dengan mampir disana anda bisa melihat Otot-otot Budi semakin besar dari sebelumnya, dan andai ia dewasa mungkin bisa masuk jadi Atlet Renang karena telah lihai berenang ke tengah sungai dan menyelam kedasarnya tanpa alat bantu sekalipun. Jika anda berkenang bantulah ia kembali kesekolah dengan membeli jajanannya. Apalagi konon kerang tersebut dapat membantu dalam pengobatan penyakit kuning. Soal cara penyajiannya mungkin bisa ditanyakan pada orang sekitar sana atau orang yang ahli dibidangnya.
Kemarin, saya yakin Budi menjual kerang Sungai di hari kemerdekaan bukan karena bermaksud menghianati atau menikam kemerdekaan, ataukah tidak bangga dengan Indonesia. Mungkin dia hanya kesulitan membagi waktu kapan ia harus berdiri tegak dan hormat kepada merah putih dan sedikit tertunduk hening buat para pahlawan kita, ataukah stok kerang ada musimnya dan 17 Agustus 2016 adalah kesempatan yang cukup baik untuk mendulangnya. Tetapi akhirnya saya mencoba lebih jauh lagi memahami yang dilakukan mereka bahwa itu adalah periode ketika karakter Budi Dkk terbentuk oleh kondisi lingkungannya, nilai-nilai yang didirikan dan konsep kunci pembelajaran otak Budi Dkk telah tertanam untuk segera memenuhi kebutuhan yang tak bisa lagi ditunda dan ditawar-tawar, yang semuanya akan beresonansi sepanjang kehidupannya hingga Budi Dkk berjuang keras demi merasakan Kemerdekaan sempurna yang ia perjuangkan sendiri.
Namun Budi hanyalah anak EsEmPee, mestinya semua itu ia lakukan diusia yang telah di Layakkan oleh Negara. Orang tua budi juga mesti lebih bekerja keras agar uang jajan sesuai yang dibutuhkannya. Ibu Guru Budi juga mesti menyajikan pelajarannya lebih kreatif di kelas agar terasa lebih menarik dari jual kerang Baya’-Baya’. Dan saya juga yakin anak seumur itu semestinya masuk dalam perawatan salah satu kementrian negeri ini.
Akhirnya saya sendiri terharu dengan Budi. Seorang anak EsEmPe telah mengajarkan saya bahwa “PERJUANGAN TETAP HARUS DILAKUKAN MESKIPUN KITA SEDANG MERDEKA”.
Soreang, 18 Agustus 2016
Adnan_junaedi
Comments
Post a Comment