Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam

BAB I PENDAHULUAN
Al-Qur’an dan Al-Hadist sebagaimana yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, hendaknya dijadikan pedoman hidup agar manusia saling menyayangi dan menghormati dalam hidup bermasyarakat. Beliau mengajarkan agar manusia mempergunakan kemampuan dan potensi dirinya sebagai pribadi yang bebas. Kebebasan merupakan unsur kehidupan yang paling mendasar yang digunakan sebagai syarat untuk mencapai keseimbangan hidup.
Setelah Rasulullah SAW wafat, pemerintahan dipegang oleh Khulafaurrasyidin. Dimana, perkembangan-perkembangan baru muncul dimasa itu, terutama tercermin dari kebijakannya yang berbeda antara satu khalifah dengan khalifah yang lain. Seiring dengan semakin luasnya wilayah kekuasaan Islam, perkembangan pemikiran-pemikiran ilmu pengetahuan mengalami kemajuan yang sangat pesat dimana banyak pemikir-pemikir muslim yang mulai menggali isi dari Al-Qur’an yang menjadi sumber kebenaran dan pengetahuan, sehingga kota-kota besar Islam saat itu menjadi pusat kebudayaan dan pengetahuan dunia. Tak heran jika kemudian banyak ahli-ahli Barat yang datang dan belajar di kota-kota tersebut.
Perkembangan Ekonomi Islam menjadi sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan sejarah Islam. Mengapa saat ini perkembangan pemikiran Ekonomi Islam, yang mana 6 abad yang lalu pernah menjadi kiblat pengetahuan dunia, kurang dikenal dan berpengaruh dalam kehidupan masyarakat? Hal ini dikarenakan kajian-kajian pemikiran Ekonomi Islam kurang tereksplorasi ditengah maraknya dominasi ilmu pengetahuan konvensional (Barat) sejak runtuhnya kekhalifahan Islam di Turki lebih dari 8 dasawarsa yang lalu. Akibatnya, perkembangan Ekonomi Islam yang telah ada sejak tahun 600M kurang begitu dikenal masyarakat. Ekonomi Islam kurang mendapat perhatian yang baik, sebab masyarakat tidak mendapatkan informasi yang memadai.
BAB II PEMBAHASAN
A. Perekonomian Dimasa Rasulullah
Semua muslim yang mampu boleh jadi tentara. Mereka tidak mendapatkan gaji tetap, tetapi mereka diperbolehkan mendapatkan bagian dari harta rampasan perang. Rampasan tersebut meliputi senjata, kuda, unta, domba, dan barang-barang bergerak lainnya yang didapatkan dari perang. Situasi berubah setealah turunnya Surat Al-Anfal (8) ayat 41 :
“Ketahuilah sesungguhnya apa saja yang dapat kamu peroleh sebagai rampasan perang, maka sesungguhnya seperlima untuk Allah, Rasul, Kerabat Rasul, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan Ibnu sabil, jika kamu beriman kepada Allah dan kepada yang Kami turunkan kepada hamba Kami (Muhammad) dihari furqaan, yaitu di hari bertemunya dua pasukan. Dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.”
Pada masa Rasulullah SAW, beliau mengadopsi praktik yang lebih manusiawi terhadap tanah pertanian yang telah ditaklukkan sebagai fay’ atau tanah dengan kepemilikan umum. Tanah-tanah ini dibiarkan dimiliki oleh pemilikinya dan penanamnya, sangat berbeda dari praktik kekaisaran Romawi dan Persia. Semua tanah yang dihadiahkan kepada Rasulullah SAW (iqta’) relatif lebih kecil jumlahnya dan terdiri dari tanah-tanah yang tidak bertuan. Kebijakan ini tidak hanya mambantu mempertahankan kesinambungan kehidupan administrasi dan ekonomi tanah-tanah yang dikuasai, melainkan juga mendorong keadilan antar generasi dan mewujudkan sikap egaliter.
Pada tahun kedua setelah hijrah, shodaqoh ini kemudian dengan Zakat Fitrah yang dibayarkan setiap setahun sekali pada bulan ramadhan. Besarya satu sha kurma, gandum, tepung keju, atau kismis, setengah sha gandum untuk setiap muslim, budak atau orang bebas, laki-laki atau perempuan, muda atau tua dan dibayar sebelum Shalat Idul Fitri.
a. Sumber Pendapatan Primer
Pendapatan utama bagi negara pada masa Rasulullah SAW adalah zakat (memiliki karakteristik yang sama dengan pajak, tetapi secara dasar berorientasi pada agama) dan ushr (iuran untuk tanah produksi). Zakat dan Ushr merupakan kewajiban agama dan termasuk salah satu pilar Islam. Pengeluaran untuk keduanya sudah diuraikan secara jelas dalam Surat At-Taubah (9) ayat 60 :
“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orag fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakannya) budak orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana”.
Pada masa Rasulullah SAW, zakat dikenakan pada hal-hal berikut :
a. Benda logam yang terbuat dari emas dan juga benda dari perak seperti koin, perkakas, ornamen atau dalam bentuk lainnya
b. Binatang ternak unta, sapi, domba, kambing
c. Berbagai jenis barang dagangan termasuk budak dan hewan
d. Hasil pertanian termasuk buah-buahan
e. Luqta, harta benda yang ditinggalkan mush
f. Barang temuan
b. Sumber Pendapatan Sekunder
Diantara sumber-sumber pendapatan sekunder yang memberikan hasil adalah :
a. Uang tebusan untuk para tawanan perang, hanya tidak disebutkan jumlah uang tebusannya
b. Pinjaman-pinjaman setelah menaklukkan kota Mekkah untuk pembayaran uang pembebasan kaum muslimin dari Judhayma atau sebelum pertempuran
Hawazin 30.000 dirham (20.000 dirham menurut Bukhari).
c. Khusmus atau Rikaz harta karun temuan pada periode sebelum Islam
d. Amwal fadhla, berasal dari harta benda kaum muslimin yang meninggal tanpa ahli waris atau berasal dari barang-barang orang muslim yang meninggalkan negerinya
e. Wakaf, harta benda yang diindikasikan kepada umat Islam yang disebabkan Allah dan pendapatannya akan didepositokan ke Baitul Maal,
f. Nawaib, pajak yang jumlahnya cukup besar yang dibebankan pada kaum muslimin yang kaya dalam rangka menutupi pengeluaran negara selama masa darurat,
g. Zakat fitrah
h. Bentuk dan shodaqoh lainnya seperti kurban dan Kuffarat adalah dende atas kesalahan yang dilakukan seorang muslim pada acara keagamaan, seperti berburu pada musim haji.
B. Perekonomian Dimasa Khulaffaur Rasyidin
a. Abu Bakar As-Sidiq (51 SH – 13 H / 537 – 634 M)
Sejak menjadi khalifah, kebutuhan keluarganya diurus oleh kekayaan dari Baitul Mal. Menurut beberapa keterangan beliau diperbolehkan mengambil dua setengah atau dua tiga perempat dirham setiap harinya dari Baitul Mal dengan beberapa waktu. Ternyata tunjangan tersebut kurang mencukupi sehingga ditetapkan 2000 atau 2500 dirham dan menurut keterangan 6000 dirham per tahun.
Khalifah Abu Bakar sangat memperhatikan keakuratan perhitungan zakat. Beliau juga mengambil langkah-langkah yang tegas untuk mengumpulkan zakat dari semua umat Islam termasuk Badui yang kembali memperlihatkan tanda-tanda pembangkangan sepeninggal Rasulullah SAW.
b. Umar bin Khattab (40SH – 23H / 584 – 644 M)
Khalifah Umar sangat memperhatikan sektor ekonomi untuk menunjang perekonomian negerinya. Pada masa kekhalifahan Umar banyak dibangun saluran irigasi, waduk, tangki kanal, dan pintu air serba guna untuk mendistribusikan air di ladang pertanian.
Hukum perdagangan juga mengalami penyempurnaan untuk menciptakan perekonomi secara sehat. Umar mengurangi beban pajak untuk beberapa barang, pajak perdagangan nabati dan kurma Syiria sebesar 50%. Hal ini untuk memperlancar arus pemasukan bahan makanan ke kota. Pada saat yang sama juga dibangun pasar agar tercipta perdagangan dengan persaingan yang bebas. Serta adanya pengawasan terhadap penekanan harga. Zakat dijadikan ukuran fiskal utama dalam rangka memecahkan masalah ekonomi secara umum. Umar menetapkan zakat atas harta dan bagi yang membangkang didenda sebesar 50% dari kekayaannya.
Pada masa beliau dibangun Institusi Administrasi dan Baitul Mal yang reguler dan permanen di Ibu Kota, yang kemudian berkembang dan didirikan pula Baitul Mal cabang di ibu kota propinsi. Baitul Mal secara tidak langsung berfungsi sebagai pelaksana kebijakan fiskal negara Islam. Harta Baitul Mal dipergunakan mulai untuk menyediakan makanan bagi para janda, anak-anak yatim, serta anak-anak terlantar, membiayai penguburan orang-orang miskin, membayarkan utang orang-orang yang bangkrut, membayar uang diyat, untuk kasu-kasus tertentu, sampai untuk pinjaman tanpa bunga untuk tujuan komersial. Bersamaan dengan reorganisasi Baitul Mal, Umar mendirikan Diwan Islam yang disebut Al-Divan. Al- Divan adalah kantor yang mengurusi pembayaran tunjangan-tunjangan angkatan perang dan pensiun serta tujangan lainnya secara reguler dan tepat. Khalifah Umar juga membentuk komite yang terdiri dari Nassab ternama untuk membuat laporan sensus penduduk Madinah sesuai dengan tingkat kepentingan dan kelasnya. Khalifah Umar menetapkan beberapa peraturan antara lain sebagai berikut:
a. Wilayah Irak yang ditaklukan menjadi muslim, sedangkan bagian yang berada dibawah perjanjian damai tetap dimiliki oleh pemilik sebelumnya dan kepemilikannya tersebut dapat dalihkan
b. Kharaj (pajak yang dibayarkan oleh pemilik-pemilik tanah negara taklukan), dibebankan pada semua tanah yang termasuk kategori pertama, meskipun pemilik tersebut kemudian memeluk Islam dengan demikian tanah seperti itu tidak daat dikonversi menjadi tanah ushr
c. Bekas pemilik tanah diberi hak kepemilikan, sepanjang mereka memberi kharaj dan jizyah (pajak yang dikenakan bagi penduduk non muslim sebagai jaminan perlindungan oleh negara)
d. Sisa tanah yang tidak ditempati atau ditanami (tanah mati) atau tanah yang diklaim kembali bila ditanami oleh muslim diperlakukan sebagai tanah ushr
c. Usman bin Affan (47 SH – 35H / 577 – 656 M)
Khalifah Ustman mengikuti kebijakan yang ditetapkan oleh Umar. Tindakan efektif dilakukan untuk pengembangan sumber daya alam. Usman mengurangi jumlah zakat dari pensiun. Tabri menyebutkan ketika khalifah Ustman menaikkan pensiun sebesar seratus dirham, tetapi tidak ada rinciannya. Beliau menambahkan santunan dengan pakaian. Selain itu ia memperkenalkan kebiasaan membagikan makanan di masjid untuk orang-orang miskin dan musafir.
Pada masa Ustman, sumber pendapatan pemerintah berasal dari zakat, ushr, kharaj, fay, dan ghanimah. Zakat ditetapkan 2,5 persen dari modal aset. Ushr ditetapkan 10 persen iuran tanah-tanah pertanian sebagaimana barang-barang dagangan yang diimpor dari luar negeri. Kharaj merupakan iuran pajak pada daerah-daerah yang ditaklukan. Prosentase dari kharaj lebih tinggi dari ushr. Ghanimah yang didapatkan dibagi 4/5 kepada para prajurit yang ikut andil dalam perang sedangkan 1/5-nya disimpan sebagai kas negara.
d. Ali bin Abi Thalib
Pada masa pemerintahan Ali, beliau mendistribusikan seluruh pendapatan provinsi yang ada di Baitul Mal Madinah, Busra, dan Kuffah. Ali ingin mendistribusikan sawad, namun ia menahan diri untuk menghindari terjadi perselisihan.
ecara umum, banyak kebijakan dari khalifah Ustman yang masih diterapkan, seperti alokasi pengeluaran yang tetap sama. Pengeluaran untuk angkatan laut yang ditambahkan jumlahnya pada masa Ustman hampir dihilangkan seluruhnya.
Khalifah Ali mempunyai konsep yang jelas mengenai pemerintahan, administrasi umum dan masalah-masalah yang berkaitan dengannnya seperti mendiskripsikan tugas dan kewajiban dan tanggung jawab penguasa, menyusun dispensasi terhadap keadilan, kontrol atas pejabat tinggi dan staf, menjelaskan kebaikan dan kekurangan jaksa, hakim dan abdi hukum, menguraikan pendapatan pegawai administratif dan pengadaan bendahara.
C. Perkembangan Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin
a. Pendapatan Pemerintah
Pendapatan pada masa pasca khulafaurrasyidin masih menggunakan sistem perpajakan yang dikenal dengan kharaj. Ketika pendapatan jizyah (al-jawali) menurun, timbul berbagai macam pajak baru. Pajak lainnya adalah al-mufariq yang dikenakan terhadap terhadap barang ekspor dan impor melalui pentai.
Pendapatan negara tidak dikumpulkan di Baitul Mal sebagaimana pada masa khulafaurrasyidin. Setiap pendapatan dikhususkan untuk biaya suatu kegiatan tertentu. Kemudian sisa pendapatan barulah dikumpulkan di kas negara sebagian dan cadangan.
Pengaitan antara pendapatan dan pengeluaran dalan bentuk neraca. Neraca ini diperhitungkan setiap tahun berdasarkan tahun masehi, karena kharaj (sumber terbesar waktu itu) dipungut berdasarkan tahun masehi. Sejak abad kedua hijrah muncul diwan yang mirip dengan jasa akuntansi dewasa ini.
b. Mata Uang
Pada masa permulaannya Muslim menggunakan emas dan perak dengan beratnya. Dinar dan dirham yang mereka gunakan adalah mata uang kekaisaran Persia. Mata uang Islam dibuat pada masa Khalifah Abdullah Malik bin Marwan. Saat itu beliau memerintahkan untuk pembuatan dirham yang dicap dengan kata-kata “Allah adalah Satu, Allah adalah Abadi".
Mata uang yang lain pada waktu itu berfungsi sebagai sarana pengumuman keabsahan pemerintahan pada waktu itu yang namanya terpatri di mata uang tersebut. Mata uang itu disebut sikkah.
Dalam Islam dikenal dua jenis mata uang utama, yaitu dinar emas dan dirham perak. Selain kedua mata uang tersebut terdapat mata uang pecahan yang disebut maksur seperti qitha dan miqtal. Pada keempat hijrah dunia Islam mengalami krisis mata uang emas dan perak, maka kemudian dibuatlah mata uang dari tembaga yang dikenal dengan fulus.
Nilai mata uang ditetapkan sendiri oleh Khalifah. Penetapan itu sendiri tidak lepas dari pertimbangan nilai riil masyarakat dan naik turunya nilai uang dari waktu ke waktu. Mata uang pada waktu itu ditimbang terlebih dahulu untuk mencegah penipuan dengan standar timbangan yang telah mereka miliki.
D. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin
Tokoh ekonomi periode awal Islam sampai 1058, ini diantaranya Zaid bin Ali (738), Abu Hanifa (798), Ibnu Farabi (950), Ibnu Sina (1037), dll. Ekonomi Islam periode kedua (1058-1446M) Tokohnya antara lain : Al-Ghazali (1111), Ibnu Taimiyah (1328), Ibnu Khaldun (1040), Ibnu Rusyd (1198), dll.
Ekonomi Islam periode ketiga (1446-1931 M) Tokohya antara lain : Jamaluddin Al-Afghani (1897), Muhammad Iqbal (1938), Syekh Ahmaad Sirhindi (1524), dll
a. Zaid bin Ali (699-738)
Zaid bin Ali memperbolehkan penjualan suatu komoditi secara kredit dengan harga yang lebih tinggi dari harga tunai. Beliau tidak memperbolehkan harga yang ditangguhkan pembayannya lebih tinggi dari pembayaran tunai, sebagaimana halnya penambahan pembayaran dalam penundaan pengembalian pinjaman. Setiap penambahan terhadap penundaan pembayaran adalah riba
Prinsipnya jenis transakai barang atau jasa yang halal kalau didasarkan atas suka sama suka diperbolehkan. Sebagaiman firman Allah dalam surat An-Nisaa ayat 29
: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka diantara kamu”.
b. Abu Hanifah (80-150 H/699-767 M)
Abu Hanifa menyumbangkan beberapa konsep ekonomi, saah satnya adalah salam, yaitu suatu bentuk transaksi dimana antara pihak penjual dan pembeli sepakat bila barang dikirimkan setelah dibayar secara tunai pada waktu kontrak disepakati. Abu Hanifa mengkritisi prosedur kontrak tersebut yang cenderung mengarah pada perselisihan antara yang memesan barang dengan cara membayar lebih dahulu, dengan orang yang membelikan barang. Beliau mencoba menghilangkan perselisihan ini dengan merinci kontrak, seperti jenis komoditi, kualitas, kuantitas, waktu, dan tempat pengiriman. Beliau memberikan persyaratan bahwa komoditi harus tersedia di pasar selama waktu kontrak dan pengiriman.
Salah satu kebijakan Abu Hanifah adalah menghilangkan ambiguitas dan perselisihan dalam masalah transaksi, hal ini merupakan salah satu tujuan syariah dalam hubungan dengan jual beli.
Abu Hanifah sangat memperhatikan pada orang-orang lemah. Beliau tidak memperbolehkan pembagian hasil panen (muzara’ah) dari penggarap kepada pemilik tanah dalam kasus tanan tidak menghasilkan apapun.
Beberapa karya yang dihasilkan antara lain: Al-Makharif fi Al-Fiqh, Al-Musnad.
c. Abu Yusuf (113-182 H/731-798 M)
Abu Yusuf terkenal sebagai Qadi (hakim). Kitab Al-Kharaj ditulis atas permintaan khalifah Harun Ar-Rasyid untuk pedoman dalam menghimpun pemasukan atau pendapatan negara dari kharaj, ushr, zakat, dan jizyah. Kitab ini dapat digolongkan sebagai public finance dalam pengertian ekonomi modern.
Menurutnya sistem ekonomi Islam menjelaskan prinsip mekanisme pasar dengan memberikan kebebasan yang optimal bagi para pelaku di dalamnya yaitu produsen dan konsumen. Jika karena suatu hal selain monopoli, penimbunan atau aksi sepihak yang tidak wajar dari produsen terjadi karena kenaikan harga, maka pemerintah tidak dapat melakukan intervensi dengan mematok harga. Penetuan harga sepenuhnya harga sepenuhnya diperankan oleh kekuatan permintaan dan penawaran dalam ekonomi.
d. Al-Ghazali (450 – 505H/ 1058 –1111M)
Bagi Ghazali pasar merupakan bagian dari “keteraturan alami”, beliau juga menerangkan bagaimana evolusi terciptanya pasar.
Al-Ghazali juga mengatakan bahwa kebutuhan hidup manusia terdiri dari 3, yaitu kebutuhan dasar (darruriyah), kebutuhan sekunder (hajiat), dan kebutuhan mewah (takhsiniyyat). Teori hierarki kebutuhan ini kemudian diambil oleh William Nassau Senior yang menyatkan bahwa kebutuhan manusia terdiri dari kebutuhan dasar (necessity), sekunder (decency), dan kebutuhan tersier (luxury). Beliau juga menyatakan tentang tujuan utama dan penerapan syariah adalah masalah religi atau agama, kehidupan, pemikiran, keturunan, dan harta kekayaan yang bersangkutan dengan masalah ekonomi.
Beliau juga memperkenalkan mengenai peranan uang dalam ekonomi (dalam kitab Ihya’ Ulum Din). Menurutnya, manusia memerlukan uang sebagai alat perantara/pertukaran (medium exchange) untuk membeli barang. Fungsi ini kemudian dijabarkan kembali oleh Ibnu Taimiyah dengan menambahkan 1 fungsi tambahan, yakni bahwa uang juga berfungsi sebagai alat untuk menentukan nilai (measurement of value ). Karya yang ditulisnya antara lain yang cukup monumental : Alajwibah Al-Ghazaliyah fi Al-Masa’il Al-Ukhrawiyah, Ihya’ Ulum Din, Al-Adab fi Al-Dina, dll.
e. Ibnu Rusyd (1198)
Dikenal sebagai Aveorrus di Barat. Beliau menghasilkan sebuah karya yang mengungkapkan sebuah teori dengan memperkenalkan fungsi keempat dari uang Sebelumnya filsuf Yunani, Aristoteles menyebutkan bahwa fungsi uang ada 3, yaitu sebagai alat tukar, alat mengukur nilai dan sebagai cadangan untuk konsumsi di masa depan. Ibnu Rusyd menambahkan fungsi keempat dari uang, yakni sebagi alat simpanan daya beli dari konsumen, yang menekankan bahwa uang dapat digunakan kapan saja oleh konsumen untuk membeli keperluan hidupnya.
Ibnu Rusyd juga membantah Aristoteles tentang teori nilai uang dimana nilainya tidak boleh berubah-ubah. Ibnu Rusyd menyatakan bahwa uang itu tidak boleh berubah-ubah karena 2 alasan, yakni pertama uang berfungsi sebagai alat untuk mengukur nilai, maka seperti Allah SWT Yang Maha Pengukur, Allah Tidak Berubah-Ubah, maka uangpun sebagai pengukur keadaan tidak boleh berubah. Kedua uang berfungsi sebagai cadangan untuk konsumsi masa depan, maka perubahan padanya sangatlah tidak adil.
f. Ibnu Taimiyah (661-728 H/1263-1328 M)
Menurut Ibnu Taimiyah naik turunnya harga bukan saja dipengaruhi oleh penawaran dan permintaan tetapi ada faktor-faktor yang lain : “Sebab naik turunnya harga di pasar bukan hanya karena adanya ketidakadilan yang disebabkan orang atau pihak tertentu, tetapi juga karena panjang singkatnya masa produksi (khalq) suatu komoditi. Jika produksi naik dan permintaan turun, maka harga di pasar akan naik, sebaliknya jika produksi turun dan permintaan naik, maka harga di pasar akan turun”.
Teori dikenal dengan “price volality” atau turun naiknya harga di pasar. Teori ini jika dikaji lebih mendalam adalah menyangkut hukum permintaan dan penawaran (supply dan demand) di pasar, yang kini justru secara ironi diakui sebagi teori yang berasal dari Barat.
Beliau menjelaskan mengenai Hak Atas Kepemilikan Intelektual (HAKI) atau paten. Menurut beliau kepemilikan (property) adalah suatu kekuatan yang diberikan oleh syariah untuk memakai sebuah objek dan kekuatan itu beragam dalam macam dan kadarnya. Beliau membagi subjek kepemilikan menjadi 3; individu, masyarakat dan negara. Tujuan yang paling utama dari kepemilikan adalah kegunaannya pada orang lain.
g. Ibn Khaldun 732-807 H/1332-1383 M)
Beliau banyak dipuji oleh Barat karena buah pikirannya yang banyak berpengaruh bagi Barat dan memberi pencerahan bagi dunia ekonomi, bahkan bisa dibilang beliau adalah Bapak Ekonomi Dunia (artikel : Ibn Khaldun Bapak Ekonomi). Sumbangan terbesar dalam bidang Ekonomi banyak dimuat dalam karya besarnya, Al-Muqadimmah.
Beberapa prinsip dan falsafah ekonomi telah difikirkannya, seperti keadilan (al-adl), hardworking, kerjasama (cooperation), kesederhanaan (moderation), dan fairness. Ibnu Khaldun menekankan bahwa keadilan adalah tulang punggung dan asas kekuatan sebuah ekonomi. Disebutkan mengenai “rasa kebersamaan” yang akan terbentuk dan menguat jika ada keadilan untuk menjamin adanya kesejahteraan masyarakat melalui pemenuhan kewajiban bersama dan pemerataan hasil pembangunan.
Manusia dan Ekonomi
Ibnu Khaldun pada prinsip-prinsip dan falsafah Islam tidak hanya melihat fungsi manusia dalam aktifitas perekonomian sebagai hewan ekonomi (economic animal), sebaliknya beliau mengungkapkan bahwa manusia yang sebenarnya adalah manusia Islam (Islamic Man /homoislamicus) yang memerlukan Ilmu pengetahuan (sumber yang didapatkan dari Allah SWT melalui pengamatan dan observasi) ekonomi untuk memenuhi misinya di muka bumi.
Teori Produksi
Ibnu Khaldun mengemukakan suatu teori bahwa kehidupan ekonomi selalu mengarah pada pelaksanaan keseimbangan (equilibrium) antara penawaran dan permintaan. Menurut beliau produksi berdasarkan pada faktor tenaga kerja (buruh) dan kerjasama dari masyarakat.
Teori Nilai, Uang, dan Harga
Secara tegas beliau mengatakan bahwa nilai suatu barang tergantung pada nilai tenaga kerja yang terlibat dalam proses produksi. Beliau mengatakan,
“Semua usaha manusia dan semua tenaga buruh perlu digunakan untuk mendapatkan modal dan keuntungan. Tidak ada jalan lain bagi manusia untuk mendapatkan keuntungan melainkan melalui penggunaan buruh.”
Mengenai Uang beliau berpendapat bahwa banyaknya uang tidaklah menetukan kekayaan suatu negara, tetapi ditentukan oleh banyaknya produksi negara tersebut dan neraca pembayaran yang positif. Sejalan dengan pemikiran Al-Ghazali, Ibnu Khaldun menjelaskan bahwa uang tidak perlu mengandung emas dan perak tetapi emas dan perak menjadi standar nilai uang. Pemerintah wajib menjaga dan menjamin niai uang yang dicetak karena masyarakat menerimanya tidak lagi berdasarkan berapa kandungan emas dan perak di dalamnya. Oleh karena itu selain menyarankan digunakan uang standar emas/perak, beliau juga menyarankan konstannya harga emas dan perak. Ibnu Khaldun menjelaskan pengaruh naik turunya penawaran terhadap harga. Beliau mengatakan,
“ketika barang-barang yang tersedia sedikit, maka harga-harga akan naik. Namun bila jarak antar kota dekat dan aman untuk melakukan perjalanan, maka akan banyak barang yang diimpor sehingga ketersediaan barang melimpah dan harga-harga akan turun”.
E. Perkembangan Pemikiran Islam ke Barat
A. Schumpeter (1954) buku yang berjudul “History of Economic Analysis”, berisikan tentang pondasi dan pemikiran dasar ilmu ekonomi dan perkembangannya. ia menjelaskan sejarah perkembangan ekonomi yang terjadi didunia. Hal yang menarik adalah setelah akhir masa keemasan Graceo Roma di abad-8 Masehi, sangat sedikit sekali ditemukan pemikiran dan teori ekonomi yang signifikan dihasilkan, bahkan masa ini berjalan hingga abad ke-13 yang ditandai dengan masa St. Aquinas (1225-1274).
Schumpeter menyebutnya sebagai “Great Gap” atau jurang yang besar diantaranya, saat itu terjadi masa kegelapan (dark age) terhdap ilmu dan sains di Eropa. Pengaruh gereja masih terasa kental membatasi para ahli dan ilmuwan untuk menghasilkan karya ilmiah. Bahkan bila seseorang dapat dianggap membelok dari ajaran Tuhan bila bertentangan dengannya dan hukuman mati pun akan diberikan.
Disisi dunia yang lain, dunia Islam mencapai masa keemasan, dimana banyak ilmuwan muslim yang mulai menggali Kitab Suci Al-Qur’an dan referensi-referensi lainnya, berhasil memberikan karya-karya ilmiah yang signifikan mulai meliputi kedokteran, teknik, arsitektur, kimia, hukum, seni dan sastra, sosial hingga ekonomi. Banyak ilmuwan muslim yang menulis, meneliti, dan menghasilkan teori-teori ekonomi yang hasilnya hingga sekarang masih relevan untuk dipelajari dan diterapkan. Karya-karya agung para ilmuwan inilah yang menjadikan dunia Islam menjadi pusat kebudayaan dan pengetahuan dunia selama kurang lebih 13 abad.
Pengaruh pemikiran Islam terhadap masyarakat barat dipengaruhi dua fakta yang menonjol :
a. Para cendikiawan tersebut menerima dorongan terbesar dari warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Greco-Helenistik
b. Islam menerima warisan tersebut dan mengajarkan di dalam sekolah-sekolah perguruan tinggi, pusat penelitian, dan perpustakaan-perpustakaan
Dampak dari penyebaran kebudayaan Islam ini, Eropa mendapatkan banyak ilmu pengetahuan bersumber dari dunia Islam. Dalam bidang ilmu ekonomi beberapa pengetahuan yang diindikasi disalin oleh Ilmuwan Eropa diantaranya adalah :
a. Teori Parento Optimum diambil dari pidato Ali bi Abi Thalib yang dikumpulkan dalam suatu kitab yang berjudul Nahjul Balaghah.
b. Bar Hebracus, pendeta Jocobite Church menyalin beberapa bab kitab karya Al-Ghazali yang berjudul Ihya’ Ulum Din.
c. Gresham law dan Oresme Trarise diambil dari kitab karya Ibnu Taimiyah
d. Pendeta era Spanyol Ordo Dominican, Raymond Martini menyalin banyak bab dari Tahaful Al-Falasifa, Maqasid Ul-falasifa, Al-Munqid, Mishkat Ul-Anwar dan Ihya’ Ulum Din.
e. St. Thomas menyalin banya bab daari Farabi (St. Thomas yang belajar di Ordo Dominican mempelajari ide-ide Al-Ghazali dari Bar Hebracus dan Martini)
f. Adam Smith dengan hukumnya The Wealth of Nation diduga banyak mendapat inspirasi dari karya Ibnu Khaldun, Al-Muqadimmah dan bukunya Abu Ubayd yang berjudul An-Anwal.
BAB III P E N U T U P
Kesimpulan
a. Sumber Pendapatan bagi Negara pada masa Rasulullah SAW adalah
- Sumber Pendapatan Primer
Pendapatan utama bagi negara pada masa Rasulullah SAW adalah zakat (memiliki karakteristik yang sama dengan pajak, tetapi secara dasar berorientasi pada agama) dan ushr (iuran untuk tanah produksi).
- Sumber Pendapatan Sekunder
b. Perekonomian Dimasa Khulaffaur Rasyidin
- Abu Bakar As-Sidiq
- Umar bin Khattab
- Usman bin Affan
- Ali bin Abi Thalib
c. Perkembangan Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin
- Pendapatan Pemerintah
- Mata Uang
d. Perkembangan Pemikiran Ekonomi Pasca Khulafaurrasyidin
Tokoh ekonomi periode awal Islam sampai 1058, ini diantaranya Zaid bin Ali (738), Abu Hanifa (798), Ibnu Farabi (950), Ibnu Sina (1037), dll. Ekonomi Islam periode kedua (1058-1446M) Tokohnya antara lain : Al-Ghazali (1111), Ibnu Taimiyah (1328), Ibnu Khaldun (1040), Ibnu Rusyd (1198), dll.
Ekonomi Islam periode ketiga (1446-1931 M) Tokohya antara lain : Jamaluddin Al-Afghani (1897), Muhammad Iqbal (1938), Syekh Ahmaad Sirhindi (1524), dll
e. Pengaruh pemikiran Islam terhadap masyarakat barat dipengaruhi dua fakta yang menonjol :
- Para cendikiawan tersebut menerima dorongan terbesar dari warisan ilmu pengetahuan dan filsafat Greco-Helenistik
- Islam menerima warisan tersebut dan mengajarkan di dalam sekolah-sekolah perguruan tinggi, pusat penelitian, dan perpustakaan-perpustakaan
DAFTAR PUSTAKA
Sejarah Pemikiran Islam. Google.Com

Comments

Popular posts from this blog

Teori Permintaan Uang Menurut Keynes

Pengertian Valuta Asing dan Risiko Valuta Asing

Teknik Meningkatkan Kreativitas